Tak Hanya drg. Romi Syofpa Ismael, Pembatalan SK CPNS di Sumbar juga Terjadi di Sijunjung
Pembatalan SK CPNS dokter gigi asal Solok Selatan, Sumatera Barat, Romi Syofpa Ismael, karena alasan penyandang disabilitas, menjadi viral se-Indonesia. LBH Padang, LSM, PDGI, melakukan beragam upaya, mulai PTUN, menuntut secara pidana, hingga unjuk rasa. Kasus ini juga menarik perhatian sejumlah pamong senior Sumbar, Wakil Gubernur, bahkan hingga ke Istana Kepresidenan. Namun, di Sijunjung, pembatalan SK CPNS juga pernah terjadi atas nama Nina Susilawati. Akankah kasus Romi Syofpa Ismael bakal "diam" seperti kasus Nina Susilawati di Sijunjung? Ataukah Pemkab Solsel perlu "belajar" ke Pemkab Sijunjung untuk "meredam" kasus ini?
Romi Syofpa Ismael dinyatakan tidak lulus di Formasi Umum CPNS 2018, pada formasi jabatan Dokter Gigi Ahli Pertama, untuk penempatan Puskesmas Talunan, Solok Selatan, Sumatera Barat. Nama Romi dicoret Pemkab Solsel dengan alasan Romi tidak sehat, karena difabel (penyandang disabilitas). Hal itu tertuang dalam pengumuman nomor 800/40/IX/BKPSDM/BUP-/2018. Alasan tersebut mengejutkan, mengingat sebelum ikut tes CPNS, Romi telah mengabdi sebagai dokter honorer di poli gigi Puskesmas Talunan pada 2015. Setelah itu, dia diangkat menjadi pekerja tidak tetap (PTT) Kementerian Kesehatan.
Pada 2016, Romi mengalami paraplegia usai melahirkan, yakni kondisi menurunnya fungsi motorik atau sensorik dari gerak sebagian tubuh. Kedua tungkai kaki Romi lemah. Sehingga dia harus beraktivitas sehari-hari di atas kursi roda. Meski demikian, Romi tetap mengabdi di Puskesmas Talunan, Kecamatan Sangir Balai Janggo, Solsel. Daerah paling ujung di Solok Selatan, termasuk daerah terpencil. Dari ibu kabupaten Solok Selatan, tempat tugasnya berjarak lebih 100 Km. Harus ditempuh lebih dua jam perjalanan dengan mobil atau motor. Dari ibu kota Sumbar, Padang, hampir tujuh jam untuk sampai ke lokasi.
Romi habis masa kontrak PTT pada 2017. Pengabdiannya dilanjutkan dengan menjadi tenaga harian lepas (THL) Solok Selatan. Kesehariannya di poli gigi Puskesmas Talunan, tetap lancar. Meski pakai kursi roda, pasien yang datang tetap terlayani dengan baik sesuai SOP berlaku. Tidak ada keluhan dari pasien. Hingga muncul seleksi CPNS 2018 dan dia mendaftarkan diri.
"Dia menduduki peringkat terbaik ranking 1 untuk tes kompentensi," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Wendra Rona Putra yang menjadi kuasa hukum Romi, Senin 22 Juli 2019.
Setelah lolos tes kompetensi, Romi mengikuti tes kesehatan. Terjadilah perdebatan apakah Romi lolos kesehatan atau tidak sebagai dokter gigi. Romi lalu mengikuti tes di RSUD Solok dan dinyatakan sehat. Untuk memperkuat argumen itu, dilakukan tes lagi di dokter ahli okupasi di Padang dan di Pekanbaru. Hasilnya menyatakan Romi tidak ada masalah kesehatan untuk melakukan aktivitasnya sebagai dokter gigi.
Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan Solok Selatan, Novirman dalam keterangan tertulisnya juga menyatakan selama dalam pengabdian, Romi mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Tenaga Fungsional Dokter Gigi pada Unit Kerja/Layanan/Pusat Kesehatan Masyarakat/Primer. Namun, tetap saja Romi dinyatakan batal lulus karena dinilai tidak sehat jasmani dan rohani. Hal itu membuatnya mengadu kepada Pemprov Sumbar.
"Pemerintah Solok Selatan untuk mengarusutamakan penyelenggaraan negara yang melindungi hak-hak disabilitas dan mencegah terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap disabilitas di lingkungan pemda Solok Selatan di kemudian hari," kata Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Padang Icun Suheldi dalam siaran persnya.
Jawaban Sekda Solsel
Pemerintah Kabupaten Solok Selatan melalui Ketua Panitia Seleksi Daerah (Panselda) CPNS 2018 yang juga menjabat sebagai Sekretaris Daerah, Yulian Efi, menegaskan bahwa pembatalan kelulusan drg. Romi Syoppa Ismael sebagai CPNS tidak serta merta, tetapi sudah melalui tahapan sesuai mekanisme yang berlaku.
"Banyak proses yang dilalui sebelum akhirnya Keputusan Pembatalan Kelulusan drg Romi tersebut diumumkan", ungkap Yulian Efi di Padang Aro, Selasa (23/7).
Menurutnya, Panselda yang terdiri dari berbagai unsur tersebut menilai bahwasannya pembatalan tersebut dilakukan setelah melalui kajian teknis, yuridis, dan rapat berulang-ulang, yang akhirnya memutuskan bahwa yang bersangkutan dibatalkan karena tidak memenuhi syarat formasi yang diikuti.
"Intinya, Romi tidak memenuhi kriteria persyaratan pada formasi umum. Keputusan yang diambil juga setelah menerima berbagai masukan, konsultasi dan juga rekomendasi dari berbagai pihak. Termasuk setelah kita berkonsultasi dengan pihak Badan Kepegawaian Negara, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, dan Kementrian Kesehatan, dan pihak lain," jelasnya
Kepala Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Aparatur (Kabid PPA) Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Admi Zulkhairi menambahkan bahwa Pemkab Solsel tidak diskriminatif terhadap penyandang Disabilitas dalam penerimaan CPNS.
"Khusus penerimaan penyandang disabilitas, Pemkab menerima 3 Formasi untuk itu, dan terisi cuma dua. Jumlah itu sudah melebihi batas minimal kuota yang ditetapkan. Pembatalan ini murni disebabkan ketidaksesuaian formasi yang dilamar oleh drg Romi yakni pada formasi umum," ujarnya.
Kabag Hukum Sekdakab Solok Selatan Akmal mengatakan pihaknya menghargai jika drg Romi menempuh jalur hukum.
"Kami sangat menghargai Jika drg. Romi menempuh jalur hukum untuk menguji kebenaran materiil persoalan ini, karena itu juga hak dari yang bersangkutan. Dan Pemkab Solsel siap untuk itu", ujarnya.
Dukungan LSM dan PDGI
Sejumlah LSM melalui rilis persnya, mendesak agar Pemda Solsel memenuhi hak kelulusan CPNS drg. Romi. Sejumlah LSM itu antara lain, Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Padang, Pertuni Kota Padang, Gerkatin Sumbar, Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Sumatera Barat, WCC Nurani Perempuan, Mahasiswa PLB Universitas Negeri Padang, dan LBH Padang.
Dalam rilis tersebut dijelaskan, bahwa dalam menjalankan aktivitasnya, seorang dokter gigi memang dalam kondisi duduk dan tidak ada halangan bagi drg. Romi menjadi dokter gigi karena sudah teruji sejak 2016.
Di dalam konsil kedokteran, seorang dokter/dokter gigi kondisi seorang dokter bisa saja dalam kondisi disabilitas, dengan catatan khusus untuk dokter gigi tidak ada gangguan pada tubuh ekstrimitas atas yakni kedua tangan beserta jari, mata dan juga otak. Namun, Pemda Solok Selatan tetap bersikukuh membatalkan kelulusan drg. Romi hanya karena kondisi disabilitasnya.
Dukungan juga mengalir dari masyarakat tempat Romi bertugas. Sekretaris Nagari Pemerintahan Nagari (Pemnag) Talunan Maju, Hendrik Patriona berharap supaya dokter gigi (drg) Romi Syofpa tetap bisa memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Talunan, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Dukungan itu kata Hendrik Patriona dituangkan dalam suatu surat pernyataan dukungan untuk drg Romi Syofpa.
Pemprov Sumbar Ingin drg Romi Diangkat Jadi CPNS
Kasus Romi Syofpa Ismael juga menarik perhatian dari Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit. Mantan Bupati Pesisir Selatan dua periode tersebut mengatakan, Pemprov Sumbar menginginkan Romi Syofpa Ismael diluluskan menjadi CPNS. Nasrul mengaku dirinya telah membentuk tim yang terdiri dari Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Kesehatan, dan Asisten III untuk merapatkan persoalan drg Romi. Hasilnya kata Nasrul tim yang ia bentuk tersebut menilai drg Romi layak diluluskan sebagai CPNS.
"Tim ini merekomendasikan Romi diangkat menjadi CPNS. Karena setelah dibicarakan, memang yang bersangkutan layak (untuk diangkat)," kata Nasrul di Padang, Rabu (25/7).
Selain itu, Pemprov menurut Nasrul juga berpegangan kepada hasil rekomendasi tim dokter dari RSUD M Djamil Padang dan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Karena sebelum namanya dianulir, drg Romi memang sudah mengantongi surat keterangan sehat dari kedua RSUD tersebut untuk tahapan kelengkapan berkas.
Nasrul menyebut, untuk teknis meluluskan drg Romi bisa dengan membuat formasi baru atau menganulir pembatalan oleh Bupati Solok Selatan. Nasrul menyebut polemik pembatalan CPNS drg Romi tidak perlu diperpanjang. Apalagi sudah ada rencana dari tim hukum drg Romi menggugat ke PTUN dan juga dari Forum Dokter Gigi Indonesia (FDGI) yang akan menyurati Presiden dan Kementerian terkait.
Nasrul menilai tidak perlu ada tim investigasi untuk menyelidiki hal ini karena persoalan bisa diselesaikan dengan musyawarah. Wagub juga meminta jajaran Pemkab Solok Selatan supaya menyediakan formasi baru dan menganulir pembatalan.
Selain itu, Nasrul juga tidak mau larut dalam dugaan adanya 'kongkalikong' atau permainan di balik layar untuk mengambil jatah drg Romi sebagai CPNS untuk formasi dokter gigi di lingkup Dinkes Solok Selatan.
"Soal adanya 'kongkaikong' kami tak lihat ke sana. Hasil kesimpulan (tim dari BKD, Asisten III dan Dinkes) kami rekomendasikan untuk diangkat. Kalau ada permainan kami tak lihat itu," ujar Nasrul Abit.
Eks Panitia Seleksi CPNS 2018: Dokter Romi Harus Diajukan Lagi Jadi PNS
Mantan Ketua Quality Assurance (QA) Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) CPNS 2018 Kemenpan RB, Shadiq Pasadigue ikut angkat bicara soal polemik dokter gigi Romi Syofpa Ismael. Menurut Shadiq, polemik dokter gigi Romi merupakan sebuah kasus yang jarang terjadi dalam penerimaan CPNS. Setelah diumumkan lulus, kemudian dibatalkan.
"Ini merupakan sebuah kasus khusus dan perlu juga solusi khusus. Salah satunya adalah dengan mengajukan permohonan kembali untuk pengangkatan dokter Romi," kata Shadiq, Jumat (26/7/2019).
Mantan staf ahli Kemenpan RB itu, Pemkab Solok Selatan bisa kembali mengajukan permohonan kepada Kemenpan RB untuk pengangkatan dokter Romi dengan sejumlah alasan yang tepat.
"Ini butuh kebijakan khusus. Dengan permohonan kembali ke Kemenpan RB saya pikir masih ada peluang untuk diangkat," kata Shadiq yang mundur dari Kemenpan RB pada September 2018 karena menjadi caleg DPR RI itu.
Shadiq pun berharap pemerintah pusat melalui Kemenpan RB atau BKN turun ke Sumbar secepatnya untuk memfasilitasi persoalan tersebut. Salah satu solusi terbaik untuk kasus itu, menurut Shadiq, adalah tetap mengangkat dokter Romi.
"Sayang kan dokter yang sudah mengabdi sekian tahun, terus kena musibah tungkai kaki lemah, kemudian rangking pertama lagi harus disia-siakan," katanya.
Surat Romi ke Jokowi: Saya Mohon Keadilan
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael juga memperjuangkan nasibnya dengan mengirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Surat itu dilayangkannya ke istana pada 25 Maret lalu setelah pada 18 Maret 2019 dia dinyatakan tak lolos karena kondisinya tak sesuai dengan persyaratan formasi umum.
"Waktu itu tidak tahu lagi, Pak, mau mengadu sama siapa. Waktu itu sudah titik buntu, sedih sangat sedih, soalnya pengabdian yang cukup panjang di sana (Solok Selatan)," kata Romi, Rabu (24/7).
Ia mengakui surat itu tidak langsung direspons oleh Presiden Jokowi maupun pihak istana. Ia mahfum saat itu Jokowi tengah disibukan dengan kegiatan kampanye. Beberapa waktu belakangan, Romi mengaku bicara dengan pihak staf presiden yang menyatakan bahwa suratnya itu masih dalam proses.
"Tadi ada komunikasi melalui staf kepresidenan, beliau ikut membantu dalam permasalahan ini tapi masih dalam proses. Bisa bertemu Kemenpan RB karena beliau yang mengeluarkan aturan," kata Romi.
Romi mengaku tak sendirian memperjuangkan nasibnya. Ia dibantu Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Solok, Sawahlunto, Solok Selatan, dan Sumbar melaporkan hal tersebut ke Ombudsman RI cabang Padang pada 15 Februari 2019. Tapi, pada 18 Maret 2019 justru keluar pengumuman nomor 800/62/111/BKPSDM 2019 tentang pembatalan kelulusan saya dengan alasan tidak memenuhi persyaratan pada formasi umum CPNS 2018.
"Bapak Presiden, saya seorang difabel.. Saya mampu melaksanakan tindakan pelayanan dalam gedung, bahkan pelayanan di luar gedung pak. Saya sangat kecewa dengan BKPSDM Solok Selatan. Tidak adakah sedikit penghargaan untuk saya yang sudah mengabdikan diri di daerah terpencil itu pak? Begitu banyak yang saya korbankan demi pengabdian saya disana, saya meninggalkan anak saya yang masih berumur 6 bulan dengan mertua sampai umur 2 tahun 8 bulan sekarang pak. suami saya mengorbankan usahanya untuk mengurus saya supaya bisa bekerja dengan baik, demi Allah pak saya sangat kecewa di mana keadilan untuk saya. Sekarang apa yang saya dapat. Pembatalan kelulusan saya. Apa ini yang namanya keadilan Pak Presiden," tulis Romi dalam suratnya ke Presiden Joko Widodo.
Istana Minta Pembatalan Status CPNS Dokter Difabel Dicabut
Istana Kepresidenan menyesalkan keputusan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan yang membatalkan status CPNS seorang dokter gigi bernama Romi Syofpa Ismael karena wanita itu difabel alias penyandang disabilitas. Kepala Staf Presiden Moeldoko mengingatkan, pemerintah sangat mengakomodasi penyandang disabilitas. Bahkan, di lembaga yang ia pimpin ada penyandang disabilitas.
"Semangat Presiden untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan disabilitas sangat jelas. Bahkan di KSP sendiri ada difabel yang kita akomodasi. Saran saya, janganlah. Di depan hukum kita punya hak yang sama. Jangan dibeda-bedakan," kata Moeldoko di kompleks Istana, Jakarta, Jumat (26/72019).
Dalam berbagai pembangunan infrastruktur, misalnya, pemerintah sudah membuat aturan harus ada fasilitas atau akses difabel. Seperti saat meninjau beberapa lokasi Asian Games 2018, Jokowi meminta agar sejumlah tempat disiapkan akses dan fasilitas difabel.
"Jika memang ada kekurangan, atau belum ada fasilitas, bukan berarti statusnya dibatalkan. Sarana dan prasarana untuk mendukung para difabel harus dibangun, bukan menghambat mereka yang memiliki keterbatasan untuk beraktivitas hanya karena tak ada sarana dan prasarana," ujarnya.
Tafsirkan PGSD dan PGMI Tak Setara, Pemkab Sijunjung Batalkan Kelulusan Nina Susilawati
Sementara itu, sebelumnya di Sijunjung, Sumbar, Pemkab Sijunjung, membatalkan kelulusan satu orang peserta seleksi CPNS. Peserta yang telah dinyatakan lulus Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) tersebut adalah Nina Susilawati dengan nomor peserta ujian 54081230000022. Nina Susilawati lulus pada formasi Guru Kelas Ahli Pertama dengan lokasi formasi di SDN 40 Muaro Takung. Pembatalan kelulusan tersebut tertuang dalam sebuah "pengumuman" oleh Bupati Sijunjung dengan nomor: 800/373/BKPSDM-2018 tentang Pembatalan Kelulusan Peserta Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun 2018 di Lingkungan Pemkab Sijunjung.
Dalam surat tertanggal 27 Desember 2018 yang ditandatangani langsung Bupati Sijunjung Yuswir Arifin tersebut, kelulusan Nina Susilawati dibatalkan, dengan alasan ijazah Nina Susilawati adalah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), bukan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Pemkab Sijunjung menilai PGMI tidak setara dengan PGSD dan menyandarkan "pengumuman" pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018, dan Surat Menteri PAN-RB nomor: B/687/S.SM.01.00/2018 tanggal 19 Desember 2018 perihal penyelesaian terhadap peserta seleksi CPNS tahun 2018 yang tidak memenuhi persyaratan.
"Pengumuman" Bupati Sijunjung Yuswir Arifin tentang pembatalan kelulusan peserta seleksi CPNS karena alasan PGMI dan PGSD tidak "sama" dan setara, membuat Kementerian Agama (Kemenag) "tersinggung"!
Hanya berselang satu hari, "pengumuman" Bupati Sijunjung itu, Kemenag RI langsung menjawab dengan surat nomor: P-36909/SJ/B.II.2/KP.00.1/12/2018 dengan perihal Kesetaraan Pendidikan PGSD dan PGMI. Tak tanggung-tanggung, surat tersebut ditandatangani langsung Sekretaris Jenderal (Sekjend) Kemenag RI, M Nur Kholis Setiawan.
Surat balasan dari Kemenag RI tersebut memuat empat poin penting. Yakni pertama; berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), satuan pendidikan SD setara dengan MI, dan lulusan sarjana S-1 PGSD setara dengan sarjana S-1 PGMI. Kedua; Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan azas nondiskriminatif dan memenuhi aspek keadilan dan kesetaraan.
Pada poin ketiga, Kemenag RI menegaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS bagian keempat pasal 23 huruf f, setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS. Pada poin keempat; berdasarkan Permen PAN-RB Nomor 36 tahun 2018, tentang kriteria Penetapan PNS dan pelaksanaan seleksi CPNS tahun 2018, pada pasal 2 huruf b, bahwa proritas penetapan kebutuhan PNS tahun 2018 adalah untuk bidang pendidikan, dan pada penjelasan huruf g angka 3 huruf b, bahwa prinsip pengadaan CPNS adalah adil.
Dari empat poin jawaban dari Kemenag RI tersebut, terlihat jelas bahwa jajaran Kemenag merasa diperlakukan tidak adil dan pendidikan agama dianggap tidak setara dengan pendidikan umum. Bahkan, dalam penutup suratnya, Kemenag RI meminta Bupati Sijunjung untuk mempertimbangkan dan membatalkan surat tersebut atau surat-surat lain sejenis yang berpotensi memunculkan diskriminasi dan bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Surat Kemenag RI tersebut juga ditembuskan ke Menteri Agama, Menteri PAN-RB dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Nina Susilawati menyatakan dirinya bersama keluarga sangat kecewa dengan surat pembatalan dari Bupati Sijunjung tersebut. Menurut wanita dua anak kelahiran 3 Mei 1986 yang lulus PGMI STAI Solok Nan Indah tahun 2014, dengan IPK 3,50 tersebut, berharap keadilan terhadap dirinya. Sebelumnya, dirinya telah melewati serangkaian seleksi mulai dari administrasi, SKD hingga SKB.
"Kami hanya bisa berharap, bupati dan BKPSDM Kabupaten Sijunjung tidak menjadikan PGMI sebagai alasan untuk pembatalan. Karena, sesuai edaran Kemenag dan Kemendikbud sudah jelas yang berhak mengajar di SD itu adalah PGSD dan PGMI. Kami juga berharap BKN tetap berpatokan pada nilai peserta ujian. Kami rakyat kecil yang sangat berharap menjadi PNS," ujarnya.
Nina juga memohon, ke depannya agar lulusan dari perguruan tinggi agama tidak lagi mendapatkan diskriminasi. Serta mendapatkan ruang yang sama dengan lulusan dari perguruan tinggi umum. Karena menurutnya, lulusan perguruan tinggi agama juga memiliki kompetensi yang setara.
"Kami mohon, jangan lagi ada diskriminasi. Perguruan tinggi agama juga memiliki kompetensi yang sama. Justru, dengan adanya ditanamkan nilai-nilai agama, generasi masa depan akan lebih baik lagi," ungkapnya.
Nina juga menyesalkan terbitnya surat pembatalan kelulusannya tersebut. Ibu dua anak dan lulusan PGMI STAI Solok Nan Indah tahun 2014 dengan IPK 3,50 itu, sangat berharap ada keadilan terhadapnya. Apalagi, dia mengaku sudah bersusah payah melewati serangkaian seleksi yang ekstra ketat dan sulit. Mulai dari administrasi, SKD hingga SKB.
"Kami hanya bisa berharap, bupati hingga BKDSDM Sijunjung, MenPAN-RB dan BKN memberikan kesempatan bagi saya lolos seleksi CPNS di Sijunjung. Karena, saya merasa punya kemampuan untuk itu. Tidak menjadikan PGMI sebagai alasan untuk pembatalan kelulusan saya sebagai calon guru SD di tempat yang saya pilih," terang Nina.
Sementara itu, mantan Presiden Mahasiswa STAI Solok Nan Indah, Ool Faizin, meminta agar Pemkab Sijunjung bijak dalam menyikapi hal ini. Menurutnya, linearisasi perguruan tinggi agama dan perguruan tinggi umum sudah jelas.
"Antara PGSD dan PGMI itu, sangat jelas linear atau kedudukannya setara. Kami mohon, jangan matikan kompetensi kami dan jangan hapus kesempatan kami untuk berkiprah di masyarakat, seperti menjadi guru atau di bidang lainnya," harapnya.
Pada Sabtu (27/7/2019), Nina Susilawati menulis di laman facebooknya, berisi permohonan dukungan terhadap dirinya.
"Asalammualaikum wahai Bapak Presiden Joko Widodo,saya juga salah satu peserta tes CPNS yang kelulusannya dibatalkan Bupati dan BKD di Kabupaten Sijunjung Sumbar Bapak. Bila dokter Romi mendapatkan hak ini,saya juga mohon kebijakan ini kami dapatkan juga Bapak, karena kami juga masyarakat kecil di Indonesia yang butuh kebijakan Bapak. Saya hanya msyarakat kecil yang hanya bisa pasrah menerima kezaliman BKD dan kepala daerah setempat, saya tidak sekuat dokter Romi melakukan gugatan dan lainnya,karena saya hanya masyarakat kecil. saya berharap juga mendapatkan kembali hak saya yang dirampas dan diberikan kepala BKD pada ponakannya Pak. Trimaksih dan saya yakin Bapak mendengar rintihan saya masyarakat kecil ini pak.saya percaya Bapak pemimpin yang baik dan bijaksana, wasalam nina Susilawati peserta tes CPNS formasi guru SD di SDN 40 Muaro Takung pada tes CPNS 2018 yang kelulusannya dibatalkan bupati dan BKD sijunjung terdahulu.terimaksih Bapak, sukses untuk Bapak".
Viralnya kasus Romi Syofpa Ismael ini, membuat Nina dan keluarganya seperti melihat sebuah titik cerah. Nina berharap, perjuangan drg. Romi Syofpa Ismael bisa berhasil. Di sisi lain, Nina juga berharap dirinya juga bisa mengikuti hal yang sama.
"Namun, kami sekeluarga hanya rakyat kecil yang tidak memiliki orang-orang atau lembaga yang bisa memperjuangkan nasib kami. Kami hanya berharap keajaiban. Jika, saudari Romi Syofpa Ismael berhasil menuntut haknya, kami ikut berbahagia," ujar Nina. (rijal islamy)
Post a Comment