Menguji Taji Kota Solok dengan DPP PAN
ESKALASI politik jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Solok, Sumatera Barat, terus bergerak liar. Berbagai turbulensi (hentakan) politik mewarnai proses jelang Pilkada 9 Desember 2020 mendatang. Mulai dari pergantian kepengurusan, kader partai yang memilih mendampingi calon di luar partai, hingga Surat Rekomendasi yang "lepas" ke eksternal partai.Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai salah satu partai pemenang di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 lalu, tak lepas dari turbulensi. Salah satu kader DPD PAN Kota Solok yang kini menjadi pengurus di DPW PAN Sumbar, Irman Yefri Adang, santer dibicarakan tidak akan mendapatkan rekomendasi dari DPP PAN untuk maju di Pilkada Kota Solok. Rekomendasi kabarnya didapat Walikota Solok saat ini, Zul Elfian, yang merupakan Ketua Dewan Pertimbangan Partai NasDem Kota Solok, dan berpasangan dengan Ramadhani Kirana Putra, yang merupakan Anggota DPRD Kota Solok dari Partai Golkar.
Padahal, Irman Yefri Adang, sengaja tidak maju di Pileg DPRD Kota Solok 2019 lalu, karena ingin maju di Pilkada Kota Solok 2020. Adang memilih mendampingi Ketua DPRD Kota Solok yang juga Ketua DPD Partai Golkar, Yutris Can.
Sebagai kader PAN yang telah mengabdi dan membesarkan PAN di Kota Solok, Irman Yefri Adang, tentu saja sangat berharap rekomendasi diberikan kepadanya di Pilkada Kota Solok 2020. Dari pengabdiannya di PAN, Adang sudah dua kali terpilih sebagai Anggota DPRD Kota Solok. Yakni periode 2009-2014 dan 2014-2019. Pada Pilkada Kota Solok 2015 lalu, Ketua DPD PAN Kota Solok yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Solok, Jon Hendra maju di pentas Pilkada. Alhasil, Adang kemudian menjadi Wakil Ketua DPRD Kota Solok hingga masa jabatan di 2019 habis.
Di masyarakat Kota Solok, sosok Adang dikenal sebagai pribadi yang santun dan penuh solusi. Tidak hanya di internal DPD PAN Kota Solok, ataupun di DPRD Kota Solok, namun juga di lingkungannya dan masyarakat Kota Solok secara keseluruhan. Sebagai figur publik, Adang menjadi salah satu politikus yang digelari "Politikus Tanpa Musuh".
Pada Pileg 2019 lalu, Adang memberikan "keteladanan" dengan memilih memberikan kesempatan kepada Ketua DPD PAN Kota Solok, Jon Hendra, untuk maju di Pileg DPRD Sumbar. Hal ini dinilai sebagai upaya Adang untuk tunduk dan taat azas ke PAN. Yakni merencanakan bertarunh di ranah eksekutif dengan meninggalkan ranah legislatif.
Tentu saja, PAN yang berasal dari rahim Muhammadiyah, dan lahir dari pergolakan reformasi tahun 1998, diharapkan Adang bisa memberinya kekuatan moral dan integritas untuk maju di Pilkada Kota Solok 2020. Tapi faktanya, rekomendasi DPP PAN ke eksternal partai, dinilai sebagai bentuk praktik kolonial. Layaknya sebuah "penjajahan politik" yang harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.
Penentuan dukungan partai dari tingkat pusat, tanpa mendengarkan suara dari tingkat DPD kabupaten/kota, telah mencederai mental kader, pengurus dan simpatisan partai di daerah. Padahal, pengurus, kader, simpatisan di tingkat daerah, tentu lebih tahu dinamika dan kebutuhan di daerahnya masing-masing. Saat dukungan tidak diberikan ke kader daerah, kepercayaan kader, bahkan masyarakat di daerah terhadap partai akan menukik.
Pada penentuan dukungan di tingkat pusat, semisal pemilihan presiden, daerah tidak ikut serta. Sementara, saat penentuan dukungan di tingkat Pilkada daerah, DPP ikut campur, bahkan paling menentukan.
Sikap PAN yang memberi ruang luas ke eksternal juga dinilai telah "keluar" dari fakta bahwa PAN lahir dari semangat reformasi dan perlawanan terhadap orde baru. Tapi nyatanya, ternyata sikap PAN lebih gawat. PAN justru menjadi "monster" semangat reformasi.
DPP PAN seharusnya menyadari bahwa partai politik adalah properti publik. Bukan milik pengurus, kader, tapi milik masyarakat yang menitipkan suaranya di kotak pemilihan. Apalagi pada partai sebesar PAN di Kota Solok yang sudah sangat membumi dan mengakar.
Dari keikutsertaannya selama lima kali Pileg sejak 1999, PAN senantiasa menjadi partai pemenang di DPRD Kota Solok. Tentu, hal ini tidak terlepas dari peran kader di masyarakat dengan membawa nama besar partai berlambang matahari terbit. Bahkan, pada periode 2004-2009, kader PAN Burhanis Syarif menjadi Ketua DPRD Kota Solok, melalui mekanisme pemilihan di DPRD Kota Solok. Di periode 2009-2014, 2014-2019 dan 2019-2024, PAN selalu menjadi pemenang kedua Pileg di bawah Partai Golkar. Artinya, jabatan Wakil Ketua 1 atau pemilik mobil BA 7 P, senantiasa menjadi milik PAN. Tentu keberhasilan ini, mestinya diganjar dengan reward (penghargaan), bukan punishment (hukuman).
Majunya Adang mendampingi Yutris Can, merupakan gabungan dua partai politik terbesar di Kota Solok. Apalagi, pasangan dengan jargon "Basamo Kito Bisa" (bersama kita bisa) ini juga didukung oleh Partai Demokrat. Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono ini, selalu menjadi partai pemenang ketiga di Pileg Kota Solok. Sehingga, jika Boris-Adang diusung Golkar, PAN dan Demokrat, pasangan ini merupakan bentuk dukungan tiga partai pemenang di Kota Solok sejak Pileg usai reformasi.
Jika Adang tidak didukung PAN di Pilkada Kota Solok 2020, memang tidak akan berpengaruh untuk dukungan Boris-Adang di pentas Pilkada 9 Desember 2020. Pasalnya, dengan raihan 3 kursi Partai Golkar dan 2 kursi Partai Demokrat di Pileg 2019 lalu, syarat minimal 20 persen kursi dari 20 kursi di DPRD Kota Solok sudah terpenuhi. Namun, efek besar berupa tekanan mental justru akan ditanggung oleh kader, pengurus dan simpatisan PAN di Kota Solok. Mereka akan diolok-olok masyarakat dan menjadi cibiran bagi kader, pengurus dan simpatisan partai kompetitor lainnya.
Kini, tentu saja para pengurus DPD PAN Kota Solok harus berjuang maksimal mengembalikan marwah dan kebesaran PAN, dengan memberikan rekomendasi ke kadernya sendiri. Yakni Irman Yefri Adang yang telah mengabdi, membesarkan dan dibesarkan oleh PAN.
Dalam politik dan birokrasi, Kota Solok selama ini dikenal sebagai "kawah candra dimuka" atau ajang penempaan kader-kader politik dan birokrat di Sumatera Barat. Sehingga, sebagai daerah dengan persentase keikutsertaan pemilih tertinggi di Sumbar, DPD PAN Kota Solok dan DPW PAN Sumbar harus beradu taji, dan beradu argumen, dengan DPP PAN untuk memberikan hak dan kesempatan utama ke kadernya sendiri, Irman Yefri Adang. (rijal islamy)
Post a Comment