"Segel" Rumah Wakil Bupati, 7 Anggota Ormas Laskar Merah Putih Diamankan
SOLOK - Satuan Reserse dan Kriminal (Sat Reskrim) Polres Solok Kota mengamankan tujuh anggota Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Laskar Merah Putih (LMP) Kabupaten Solok, terkait aksi "penyegelan" rumah pribadi Wakil Bupati Solok, Yulfadri Nurdin, Rabu (16/9). Ketujuhnya diamankan setelah dilakukan pemeriksaan intensif terhadap 9 orang Anggota Ormas LMP. Hasilnya, 7 orang ditetapkan sebagai terperiksa dan 2 lainnya sebagai saksi. Setelah Wakil Bupati Solok Yulfadri Nurdin membuat laporan polisi dan mendatangi Mapolres Solok Kota, Selasa malam (15/9).Kapolres Solok Kota AKBP Ferry Suwandi, S.IK, didampingi Kasat Reskrim Iptu Defeianto, SH, MH, mengingatkan kepada masing-masing pihak untuk mempercayakan penyelesaian masalah ini ke aparat penegak hukum. Mantan Kapolres Agam tersebut mengingatkan agar masing-masing pihak untuk menahan diri. Agar tidak terjadi riak yang lebih besar di masyarakat.
"Tujuh orang telah kita amankan di Polres Solok Kota. Dua lainnya berstatus saksi. Kami berharap masing-masing pihak menahan diri agar tidak menimbulkan riak yang justru menciptakan masalah baru. Jangan terpancing aksi provokasi. Jangan ada aksi balasan. Percayakan semuanya ke pihak kepolisian yang bekerja secara profesional dan proporsional," ujarnya.
Ferry Suwandi yang lama berkiprah dan memiliki basic di Intelijen dan Keamanan (Intelkam) melihat ada itikad baik dari Wabup Solok Yulfadri Nurdin untuk melakukan mediasi. Menurutnya, hal itu merupakan langkah maju, sehingga ketegangan bisa diredam.
"Persoalan ini menjadi salah satu atensi (perhatian) khusus dari Polda Sumbar. Bahkan, Pak Kapolda (Irjen Pol Toni Harmanto) menelepon saya, apakah perlu diturunkan Sat Brimob Polda Sumbar. Saya jawab tidak perlu, karena hingga saat ini kondisi masih aman terkendali. Karena itu, saya harapkan semua pihak untuk menahan diri dan mempercayakan penyelesaian masalah ini ke kepolisian," tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Bupati Solok Yulfadri Nurdin tidak berniat membuat laporan ke Polres Solok Kota. Namun, atas usul beberapa rekan dan penasehat hukum, kasus ini akhirnya dibuatkan Laporan Polisi (LP). Bahkan, pada Selasa malam (15/9), Yulfadri Nurdin datang ke Mapolres Solok sambil bersilaturahmi dengan Kapolres.
"Kita harapkan masalah ini segera tuntas," ujarnya singkat.
Di tempat berbeda, Sekretaris Markas Cabang Laskar Merah Putih Kabupaten Solok, Ali Hanafiah menyebutkan bahwa penyegelan memang perintah dari Epyardi Asda. Menurutnya, hal ini merupakan buntut masalah utang yang tak kunjung dibayar oleh Yulfadri Nurdin.
"Sebelumnya melakukan penyegelan, kami telah berupaya menemui Wabup, namun selalu menghindar. Bahkan pernah ketika ditemui, yang bersangkutan kabur. Perintah penyegelan berdasarkan surat kuasa. Sebagai loyalitas Laskar Merah Putih, kami melakukan penyegelan terhadap rumah berdasarkan perintah Bapak Epyardi, karena rumah merupakan adalah jaminan dalam perjanjian utang piutang," terangnya.
Sementara, Epyardi menyebutkan alasan melakukan penyegelan, karena rumah memang menjadi jaminan dalam perjanjian utang piutang. Sebelumnya saat dilakukan penagihan oleh Ormas Laskar Merah Putih, menurutnya Wabup Yulfadri Nurdin selalu menghindar.
"Keterlibatan ormas untuk menagih utang piutang, karena saya juga merupakan Ketua Pembina di Laskar Merah Putih tersebut. Yulfadri Nurdin memiliki utang sebesar Rp 1,2 miliar. Sedangkan yang sudah dibayar baru Rp 500 juta. Karena utang wabup sudah lima tahun tidak dibayarkan, maka dilakukan penyegelan rumah," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumbar Kombes Satake Bayu Setianto, sangat menyayangkan tindakan organisasi masyarakat (ormas) Laskar Merah Putih yang melakukan penyegelan terhadap rumah pribadi Wakil Bupati Solok, Yulfadri Nurdin, Selasa (15/9/2020) dini hari, sekitar pukul 02.00 WIB. Kombes Satake juga kaget atas tindakan yang dilakukan ormas itu.
"Sangat disayangkan penyegelan yang dilakukan ormas tersebut. Karena itu bukanlah wewenangnya untuk melakukan penyegelan. Kalau memang masalah utang piutang, tidak seharusnya mengerahkan ormas," ujar Satake, Rabu (16/9).
Sebelumnya, masyarakat Kabupaten Solok dihebohkan dengan video penyegelan rumah pribadi Wakil Bupati Solok Yulfadri Nurdin di di Jalan Syech Supayang No.19 di Kelurahan Simpang Rumbio, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok, Selasa dinihari (15/9/2020) sekira pukul 02.00 WIB. Dalam video berdurasi 1 menit 56 detik itu, terlihat Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Laskar Merah Putih melakukan penyegelan dengan memasang spanduk berukuran kurang lebih 30×40 centimeter di rolling door bangunan, bertuliskan "Rumah ini disegel, Sampai Ada Pelunasan Hutang".
"Acara penyegelan rumah bapak Yulfadri Nurdin, karena belum bayar utang kepada Pak Epi. Ini perintah," kata salah seorang yang melakukan perekaman aksi penyegelan.
Wakil Bupati Solok Yulfadri Nurdin mengakui rumahnya disegel oleh Ormas Laskar Merah Putih, tanpa sepengetahuan dirinya. Yulfadri menyatakan dirinya baru mengetahui aksi penyegelan, setelah mendapatkan laporan dari seseorang, keesokan harinya. Yulfadri justru merasa heran, mengapa sebuah ormas bisa melakukan penyegelan.
"Itu rumah pribadi saya. Sebelumnya, saya tidak pernah diberi tahu adanya penyegelan. Siang hari baru tahu bahwa yang melakukan penyegelan adalah Ormas Laskar Merah Putih. Saya sangat heran, mengapa bisa ormas melakukan penyegelan. Ini tindakan kriminal, siapapun yang memerintah. Beberapa waktu lalu, Ormas ini pernah datang ke rumah dinas (Rumah Dinas Wakil Bupati Solok di Arosuka), tapi tidak saya layani," ungkapnya.
Yulfadri Nurdin menegaskan, dirinya kini mempertimbangkan dan berkonsultasi dengan sejumlah pihak, tentang apakah akan membawa hal ini ke ranah hukum, jika ada pelanggaran hukum.
"Masih dalam pertimbangan dan tengah konsultasi. Jika memang ada pelanggaran hukum, nanti akan kita putuskan apakah akan dibawa ke ranah hukum atau tidak," ujarnya.
Terkait masalah utang piutang dengan Epyardi Asda, Yulfadri mengaku tidak adalagi masalah utang piutang dengan Epyardi Asda yang kini sama-sama maju di kontestasi Pilkada Kabupaten Solok. Di pesta demokrasi 2020 ini, Epyardi Asda maju sebagai Balon Bupati berpasangan dengan Jon Firman Pandu, Ketua DPRD Kabupaten Solok, yang notabene masih kerabat Yulfadri Nurdin. Sementara itu, Yulfadri Nurdin maju mendampingi mantan senator Sumbar, Nofi Candra, diusung Partai NasDem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara itu, Bakal Calon (Balon) Bupati Solok Epyardi Asda mengatakan penyegelan tersebut dilakukan oleh sebuah organisasi untuk menagih utang Yulfadri Nurdin kepada dirinya yang sudah sekira 5 tahun belum dibayar. Epyardi mengaku, dirinya sudah membuat surat kuasa untuk menagih ke organisasi tersebut.
"Saya bikin surat kuasa untuk menagih, katanya mereka sudah datang tapi tidak pernah ditemui di rumah dinasnya, laporannya waktu ditagih dia lari dan kata-katanya tidak enak. Saat dicari ke rumah bawah (rumah pribadi Yulfadri Nurdin di Simpang Rumbio, Kota Solok, rumahnya digembok terus dan tidak ada orang. Kalau dia (Yulfadri) punya itikad baik untuk bayar utang, temuin dong orangnya. Jelaskan masalahnya apa, jangan lari-lari," ujarnya.
Ketika ditanya sampai kapan disegel, mantan Anggota DPR RI tiga periode tersebut menegaskan sampai utang dibayar.
Sementara itu, praktisi hukum yang juga pengacara asal Solok, Muhammad Irfan, menyatakan bahwa Ormas tidak memiliki hak dan kuasa melakukan penyegelan terhadap milik pribadi seseorang. Irfan menegaskan, yang boleh melakukan penyegelan adalah juru sita dari pengadilan, bukan Ormas ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Jika bukan dilakukan oleh juru sita pengadilan, maka bisa dipidanakan.
"Pihak yang boleh melakukan penyegelan terhadap objek rumah seseorang karena utang piutang, adalah juru sita pengadilan, bukan LSM ataupun Ormas. Apalagi, kalau hal itu adalah masalah utang piutang pribadi. Jadi sangat tidak benar kalau LSM yang melakukan hal itu, meski dia suruhan orang lain," ujarnya.
Irfan mencontohkan, dalam utang piutang di sebuah bank, pihak bank memiliki hak untuk menguasai aset rumah jika debitur tak membayar kewajiban kreditnya. Namun, bank bakal memberikan tenggat waktu tiga bulan sampai rumah debitur benar-benar disita. Dalam perjanjian akad kredit dijelaskan mengenai peraturan dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemohon kredit atau debitur. Jika dilanggar, maka bank bisa bertindak sesuai aturan yang sudah disepakati.
"Jika debitur melakukan kewajibannya, maka bank akan memberikan surat peringatan sebanyak tiga kali dan tiga kali Surat Peringatan (SP), dengan waktu masing-masing SP selama 1-3 minggu. Setelah SP 3, maka pihak bank akan memberikan pilihan kepada debitur untuk menjualnya sendiri dengan tenggat waktu tertentu atau bank akan menyitanya dengan proses oleh juru sita pengadilan. Namun, hal ini berbeda dengan utang pribadi. Karena sifatnya sesuai dengan perjanjian yang hukumnya adalah perdata," ungkapnya. (PN-001)
Post a Comment