Kabupaten Solok Bakal Jadi Pemasok Utama Shirataki dan Es Krim Kelas Dunia
Ketua P3N Kabupaten Solok dan Kota Solok, Tambli Oktavian, menyebutkan saat ini sudah ada sekitar 5 hektare lahan di Kabupaten Solok yang ditanami porang. Menurut Tambli, saat ini, setidaknya ada sekitar 20 hektare lahan tidur yang yang berpotensi ditanami porang di Kabupaten Solok. Salah satu kendala yang dihadapi saat ini adalah ketersediaan bibit dan pengetahuan tentang perawatan tanaman. Khususnya pengetahuan tentang pembuatan pupuk organik cair (POC) ke petani.
"Kabupaten Solok sangat potensial menjadi sentra agribisnis porang. Selain dampak ekonomi, tanaman porang karena batangnya basah, bisa sebagai tanaman untuk mengantisipasi kebakaran lahan. Kemudian menjadi penahan air. Namun, apapun jenis usahanya, tetap saja ada pengetahuan yang memadai. Karena itu, kami membutuhkan bimbingan dan penguatan dari para pemangku kepentingan," ungkapnya.
Tambli menyatakan, satu hektare lahan bisa ditanami sekitar 40 ribu bibit porang, dengan jarak tanam 30 centimeter antar batang. Dengan asumsi paling rendah satu batang porang menghasilkan 1 kilogram umbi, dengan harga perkilogram sebesar Rp11.400, peluang bisnis porang memang sangat menjanjikan. Selain umbi, porang juga menghasilkan buah dan spora. Satu batang porang dalam satu tahun bisa menghasilkan 250 gram buah berharga Rp 310 ribu, dan di umur 1,5 tahun, keluar biji spora yang perkilogramnya dihargai Rp 1,5 juta. Apalagi, untuk perawatan tanaman sejak penanaman hingga panen, terbilang sangat mudah dan biaya sangat rendah. Pemupukan hanya memakai pupuk organik cair, atau pupuk kandang saja.
"Jika dari hitung-hitungan, peluangnya memang sangat menjanjikan. Dengan 40 ribu batang, setidaknya hasil yang bisa didapatkan petani sekitar Rp450 juta pertahun. Itupun dengan asumsi, satu batang menghasilkan 1 kilogram umbi saja. Belum lagi hasil yang didapat dari buah dan spora. Tapi, kami tidak mau menjual mimpi dan angan-angan seperti itu. Minimal, kami di P3N Kabupaten Solok dan Kota Solok, terlebih dahulu ingin bagaimana Kabupaten Solok dan Kota Solok menjadi sentra porang, sekaligus membuat lahan tidur menjadi produktif," ungkapnya.
Tambli juga menyatakan bahwa untuk pemasaran dan penanganan pasca panen, tanaman porang sangat terjaga. Sebab, tidak ada batas waktu untuk panen. Sehingga, petani tidak harus memanen porang di saat stok sedang banyak ataupun terjadi fluktuasi harga. Panen bisa dilakukan kapan saja, terserah petani. Tidak seperti umbi-umbian lain, yang harus dipanen setelah masa puncak, porang tidak memiliki masa malapeh (kedaluarsa). Bahkan, semakin lama, kualitas umbi porang semakin baik.
"Kabupaten Solok menjadi pilot project porang di Sumbar. Di tahap awal, kami sudah mulai merintis sebagai pengumpul porang yang selama ini menjadi tanaman liar di hutan-hutan di daerah Sijunjung, Sawahlunto, Dharmasraya, Kabupaten Solok, hingga Solok Selatan. Ke depan, kami berharap, Kabupaten Solok bisa menjadi sentra dan distributor umbi porang di Sumbar, bahkan di Pulau Sumatera," ungkapnya.
Motivasi dan Penanaman Karakter Petani
Tanaman porang yang kini viral dan booming di Kabupaten Solok dan Kota Solok, menjadi perhatian serius bagi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Solok, Syaiful, ST, MT. Mantan Kepala Bappeda (Barenlitbang), Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, Sekretaris Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Pemkab Solok tersebut, dengan antusias mengunjungi langsung pusat pembibitan tanaman porang di Sawah Hilie, Nagari Saok Laweh, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, Minggu (8/11/2020). Dalam kunjungannya, Syaiful juga bertemu dengan Anggota DPRD Kabupaten Solok, Hidayat, B.Sc, di lokasi pembibitan. Menurut Syaiful, prospek porang di Kabupaten Solok sangat menjanjikan dan harus segera ditangkap oleh Pemkab Solok maupun DPRD Kabupaten Solok. Yakni dengan menjadikan Kabupaten Solok sebagai sentra porang untuk Sumbar, bahkan untuk Pulau Sumatera.
"Semakin maju zaman, dunia semakin memburu produk organik dan bahan baku alami. Porang adalah kekayaan hayati hutan, berupa komoditas alami yang tidak membutuhkan pupuk, pestisida, maupun bahan-bahan kimia. Ini peluang besar bagi masyarakat Kabupaten Solok. Jika perlu, Kabupaten Solok menjadi pusat porang di Sumbar. Baik dalam bidang pertanian, maupun dalam bisnisnya. Jika perlu, ada pabrik pengolahan porang di Kabupaten Solok, serta ada lembaga pembiayaan syariah yang membantu petani untuk permodalan," ujarnya.
Syaiful juga menyatakan, dari pembicaraannya dengan Tambli Oktavian, nilai ekonomi porang semakin berlipat saat menjadi bahan setengah jadi. Yakni tepung porang kualitas ekspor berharga Rp250 ribu perkilogram. Sementara, irisan/potongan umbi yang biasa disebut chip, berharga Rp55 ribu perkilogram. Untuk pembuatan pabrik, harga sebuah mesin pengolahan mencapai Rp3 miliar untuk mesin buatan China dan harga Rp5 miliar, jika menggunakan mesin buatan Jerman.
"Petani juga membutuhkan akses pemodalan. Misalnya berupa kredit syariah, seperti KUR syariah. Kemudian, pelatihan untuk perawatan tanaman. Sekaligus, bagaimana seluruh petani bisa membuat pupuk organik cair (POC) berupa kompos organik. Misalnya, satu hektare lahan porang membutuhkan 24 liter POC, harganya Rp3 juta. Tentu jika menggunakan kompos organik, biaya bisa ditekan. Namun, yang terpenting dari seluruhnya adalah bagaimana memberikan motivasi dan menanamkan karakter ke petani, agar bisa menjaga kualitas hasil porang ini," ungkapnya.
Porang menjadi komoditas umbi-umbian yang booming di masyarakat. Salah satu hal membuat berbeda, pada umbi porang, terdapat kandungan glucomannan dan oksalat. Gizi tinggi yang terkandung di dalam umbi porang, ternyata rendah gula. Hingga terkenal hingga ke Negeri Sakura, Jepang, sebagai bahan utama membuat shirataki. Glucomannan adalah serat alami yang dapat larut di air. Bahan ini biasa dijadikan pengental dan emulsifier. Di dunia kuliner, glucomannan dipakai untuk aditif makanan.
Kisah Sukses Paidi
Saat ini, di Indonesia terdapat beberapa daerah yang menjadi sentra pengolahan tepung porang. Daerah tersebut antara lain Madiun, Maros, Wonogiri, Bandung, dan Pasuruan.
Di Jawa Timur, agribisnis porang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang mengelola lahan sekitar 500 hektare. Setiap satu hektare menghasilkan 15 ton porang. Ternyata, hampir 100 persen umbi porang diekspor.
Booming porang juga diikuti dengan kisah sukses Paidi, warga Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Sebelum membudidayakan umbi Porang, Paidi hanyalah seorang pemulung. Meskipun begitu, Paidi dapat sukses mengembangkan Porang hingga bisa mengubah nasibnya, yakni dari seorang pemulung menjadi miliarder. Paidi mulai menanam Porang sejak tiga tahun yang lalu. Tidak hanya dirinya sendiri, Paidi mememberikan modal bagi para petani untuk membudidayakan tanaman Porang.
Karena kesuksesan ini, sudah ada 15 orang petani yang berangkat umroh dari Desa Kepel. Mulanya, para petani ini mendapat bantuan 30 kg bibit umbi porang. Ternyata, sekali panen umbi Porang bisa menghasilkan keuntungan mencapai Rp72 Juta. Dalam lahan satu hektare dan waktu panen dua musim (sekitar dua tahun), Paidi bisa memeroleh keuntungan kotor Rp800 juta. Keuntungan ini dikurangi Rp100 juta untuk biaya produksi. Dengan begitu, Paidi mendapatkan laba bersih sebesar Rp700 juta.
Paidi juga mendirikan Badan Usaha Milik Desa atau Bumdes di desanya. Bumdes ini membantu petani mengelola Porang dari pembibitan hingga penjualan. Dengan adanya Bumdes, petani di desa ini bisa terhindar dari tengkulak. Petani juga diberi modal jika ingin memulai membudidayakan umbi porang ini. Ilmu yang dia punya tidak lantas disimpan sendiri. Ia membuat channel Youtube untuk membagikan ilmunya kepada lebih banyak orang lain. Karena ketekunan dan kemurahan hatinya ini, ia sempat diundang ke acara TV Kick Andy dan Hitam Putih.
Tanaman porang tumbuh di jenis tanah apa saja mulai dari ketinggian 0 mpdl hingga 700 mdpl. Porang bisa dibudidayakan di hutan di bawah naungan tegakan pohon dan tanaman lain. Untuk membudidayakannya, bibit tanaman ini dari potongan umbi batang. Juga bisa mengambilnya dari umbi yang telah memiliki titik tumbuh. Bisa juga diambil dari umbi katak atau bubil yang ditanam langsung. Kemudian dari buah dan biji spora.
Porang memiliki ciri-ciri yang sangat jelas sekali berbeda dengan tumbuhan umbi lainnya. Tumbuhan herbal ini memiliki batang yang tegak dan lunak. Tumbuhan ini memiliki batang halus berwarna, seperti hijau atau hitam. Di batang halus itu juga terdapat totol-totol putih. Di Indonesia sendiri tanaman porang ini memiliki nama-nama yang berbeda yang disesuaikan dengan daerah asalnya.
Sebelumnya, di Kabupaten Solok, Bupati Solok, Gusmal, SE, MM Dt Rajo Lelo, telah menunjukkan perhatiannya kepada petani porang dengan melakukan penanaman porang sebanyak 5.000 batang di Jorong Bawah Duku, Nagari Kotobaru, Kecamatan Kuhung pada Selasa, 15 September 2020. Dalam kegiatan tersebut, Gusmal mengapresiasi Petani Penggiat Porang Nusantara (P3N) Kabupaten dan Kota Solok program penanaman porang tersebut. Gusmal optimistis komoditas ini bakal berkembang pesat dan dapat meningkatkan roda perekonomian masyarakat Kabupaten Solok, khususnya di sektor pertanian.
"Pemerintah daerah sangat mendukung program ini. Kita harapkan, petani kita dapat menjadi petani yang profesional. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar agar dapat menjual hasil panennya dengan harga yang tinggi. Kita juga berharap, program ini juga bisa berkembang ke daerah-daerah lain di Sumbar, bahkan juga ke tingkat regional dan nasional," ungkapnya. (PN-001)
Post a Comment