"Menghabisi" Karier Politik Yutris Can di Kota Solok
Karier politik Yutris Can, SE, di Kota Solok meroket sejak awal. Bahkan mengukir sejarah, tiga kali beruntun terpilih menjadi Ketua DPRD Kota Solok. Eskalasi Pilkada Kota Solok 9 Desember 2020, mengubah alur sejarah itu. Tidak hanya Yutris Can, tapi wajah politik Kota Solok. Kini, karier politik Yutris Can bersiap "dihabisi" secara terstruktur, sistematis dan masif. Akankah nama besar Yutris Can "dihabisi", layaknya seorang raja yang dikudeta dan menjadi tawanan. Atau, akan ada upaya terakhir dari para kolega dan loyalis meredam silent movement (pergerakan senyap) dan menyerang balik?
SOLOK - Kedatangan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Partai Golkar Kota Solok, Iqra Chissa, sudah ditunggu para pengurus di Kantor DPD Partai Golkar Kota Solok, di tepi jalan Kelurahan Sinapa Piliang, Selasa (5/1/2021). Iqra Chissa, dijadwalkan datang pukul 14.00 WIB, namun baru sampai di lokasi sekira pukul 16.00 WIB. Pria yang merupakan Wakil Bendahara DPD Partai Golkar Sumbar tersebut datang bersama Wakil Sekretaris DPD Partai Golkar Sumbar, Helmi Prilla Aldino dan Wakil Sekretaris Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Sumbar, Patrise Remoelba. Kedatangan ketiganya disambut oleh Sekretaris DPD Golkar Kota Solok Fauzi Rusli, Ketua Harian Armon Amir, Ketua Fraksi Partai Golkar Kota Solok Nasril In Dt Malintang Sutan, Anggota Fraksi Nurnisma dan Andi Marianto. Kemudian para kader, organisasi sayap serta organisasi yang mendirikan dan didirikan oleh Partai Golkar.
Kedatangan Iqra Chissa sebagai Plt Ketua DPD Partai Golkar Kota Solok tersebut merupakan kali keempat. Sesuai jabatannya, Iqra Chissa diserahi tugas khusus untuk mempersiapkan Musyawarah Daerah (Musda), dengan tujuan membentuk kepengurusan dan memilih Ketua DPD Partai Golkar Kota Solok yang definitif. Seiring dengan telah berakhirnya masa jabatan Ketua DPD sebelumnya, Yutris Can, SE, yang sudah menjabat selama dua periode. Iqra Chissa berharap, Musda bisa dilaksanakan dalam kondisi satu arah dan satu irisan dengan DPD Golkar Sumbar dan DPP Golkar.
"Ini adalah momentum bagi Partai Golkar untuk mendorong kekuatan baru, tanpa menghapus impian kader lama. Saat ini, kader militan Golkar sudah banyak yang uzur. Kita butuh kekuatan kader muda, dan merangkul pemilih milenial dan mengkaderkan tokoh-tokoh muda," ujarnya.
Iqra Chissa juga menegaskan bahwa adanya keinginan dan wacana untuk memilih kembali mantan Ketua DPD Partai Golkar Kota Solok dan Ketua DPRD Kota Solok tiga periode, Yutris Can, peluangnya sangat tipis. Menurutnya, para pendukung Yutris Can harus mengajukan diskresi, karena Yutris Can sudah dua periode memimpin DPD Golkar Kota Solok.
"Peluang Diskresi untuk Yutris Can sangat tipis. Hal seperti ini juga pernah dilakukan oleh tiga DPD pada 2016 lalu. Yakni, oleh Khairunnas dari Solok Selatan, Desra Ediwan dan Kabupaten Solok dan Arrival Boy dari Kabupaten Sijunjung. Diskresi hanya didapat oleh Arrival Boy. Saat itu, Arrival Boy adalah Wakil Bupati Sijunjung. Sementara, Khairunnas dan Desra Ediwan, kalah di Pilkada 2015. Dari pengalaman itu, artinya diskresi hanya akan diberikan ke yang menang," ujarnya.
Beredar informasi, bahwa mantan Anggota DPRD Kota Solok Ramadhani Kirana Putra yang juga Wakil Walikota Solok terpilih, akan "mengambil alih" kepengurusan DPD Partai Golkar Kota Solok. Pada Pilkada 9 Desember 2020 lalu, Ramadhani maju di Pilkada mendampingi petahana Zul Elfian dengan diusung Partai NasDem, PAN dan PKS. Padahal, Partai Golkar mengusung Ketua DPD Partai Golkar Yutris Can berpasangan dengan Irman Yefri Adang, yang diusung Partai Golkar dan Partai Demokrat. Artinya, Ramadhani di Pilkada 2020 lalu, telah menolak keputusan dan aturan partai yang telah mengusung Yutris Can-Irman Yefri Adang.
Pernyataan Iqra Chissa yang mengatakan kader Partai Golkar sudah banyak yang uzur dan akan memberikan kesempatan kepada tokoh muda milenial, kian memperkuat keberadaan Ramadhani Kirana Putra untuk "mengambil alih" kepemimpinan di DPD Partai Golkar Kota Solok. Meski mayoritas kepengurusan DPD Partai Golkar Kota Solok yang kini telah demisioner, menolak "kembalinya" Ramadhani Kirana Putra jelang Musda, Iqra Chissa malah memberikan sinyalemen, dengan mengatakan bahwa jika jelang Musda sikap kepengurusan belum satu arah, SK Plt akan terus diperpanjang.
"Kami berharap, pelaksanaan Musda bisa berjalan searah dan sesuai dengan irisan DPD Golkar Sumbar dan DPP. Jika belum, SK Plt Ketua DPD Partai Golkar Kota Solok akan terus saya perpanjang," ujarnya.
Lalu, bagaimana posisi Yutris Can?
Jika peluang diskresi sudah tertutup dan DPD Partai Golkar Sumbar akan "menunjuk" tokoh muda di kepengurusan DPD Partai Golkar Kota Solok, karier politik Yutris Can, terutama di Partai Golkar sudah "habis". Kepengurusan DPD Partai Golkar Kota Solok akan diisi wajah-wajah baru. Keberadaan Yutris Can sebagai Ketua DPRD Kota Solok tiga periode dan "kesuksesan" menjadikan Partai Golkar selalu tampil sebagai pemenang di Pileg, akan dianggap sebagai kisah masa lalu.
"Kami menolak Ramadhani karena sikapnya di Pilkada Kota Solok 2020 lalu. Partai Golkar telah mengusung dan memerintahkan seluruh kader, simpatisan dan pengurus untuk memenangkan pasangan Yutris Can dan Irman Yefri Adang yang diusung Partai Golkar. Sementara, Ramadhani justru maju dengan partai lain. Tentunya, sikap tersebut adalah penolakan terhadap perintah partai. Mendukung kandidat lain, selain yang diusung Partai Golkar sudah menentang perintah partai, apalagi maju untuk menghadapi kandidat yang diusung Partai Golkar," ujar Armon Amir, Ketua Harian DPD Partai Golkar Kota Solok.
Hal senada juga pernah diungkapkan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Solok, Nasril In Dt Malintang Sutan, saat tahapan Pilkada Kota Solok beberapa waktu lalu. Pada pertemuan dengan relawan di Agrowisata Sawah Solok, pada 26 Juli 2020 lalu, Nasril In Dt Malintang Sutan, menyebut majunya Ramadhani Kirana Putra di Pilkada Kota Solok 2020 menunjukkan sisi gelap politik. Politisi senior Kota Solok yang sudah tiga periode di DPRD Kota Solok tersebut menegaskan, hal seperti ini tidak diajarkan partai. Partai Golkar menurutnya senantiasa mengajarkan dan menanamkan solidaritas sesama anggota partai. Yakni, jika ada rekan sesama anggota partai yang ingin maju, maka akan didudukung dengan segala daya dan upaya.
"Tapi, apa yang terjadi? Ini adalah kekecewaan kami di internal Partai Golkar. Sebuah pembelajaran yang sama sekali tidak masuk akal," geramnya.
Nasril In yang juga tokoh adat dan niniak mamak tersebut, juga menyoroti kembali majunya Walikota Solok Zul Elfian di Pilkada 2020. Padahal, sudah menyatakan hanya maju satu periode. Menurut Nasril In, sebagai Walikota yang juga seorang ustadz, Zul Elfian adalah panutan bagi seluruh masyarakat.
"Jika orang yang menjadi panutan mengingkari janji, kepada siapa lagi kita harus mengambil pedoman. Ini contoh dan pembelajaran yang tidak elok bagi anak kemenakan kita. Generasi penerus kita harus dibekali dengan karakter, etika moral dan komitmen yang kuat," ungkapnya.
Kisah Politik Yutris Can di Kota Solok
Nama Yutris Can muncul di jagat politik Kota Solok saat mendirikan Ikatan Pemuda Nagari Solok (IPNS) pada 2001. Sebuah organisasi digagas para pemuda untuk memperjuangkan beragam masalah yang terjadi di masyarakat Kota Solok dan sekitarnya. Pada Pileg 2009, Yutris Can terpilih menjadi Ketua DPRD Kota Solok. Tak cuma sekali, tapi berlanjut hingga membuat sejarah. Ketua DPRD Kota Solok tiga periode beruntun, 2009-2014, 2014-2019 dan 2019-2024.
Dalam perkembangannya, IPNS menjadi salah satu organisasi pendobrak di Kota Solok dan melahirkan tokoh-tokoh muda yang kelak memegang peranan di bidang politik, pemerintahan dan wirausaha di Kota Solok dan sejumlah daerah di Sumbar. Di medio 2003-2005, "revolusi" kecil para tokoh muda Kota Solok tersebut, melahirkan pembaharuan. Di antaranya, tampilnya tokoh-tokoh muda di DPRD Kota Solok, KPU Kota Solok, Panwaslu, serta organisasi-organisasi lainnya.
Puncaknya, gerakan tersebut melebar menjadi kekuatan politik anak muda, yang secara konstitusional pucuk pimpinan Kota Solok (Walikota dan Wakil Walikota Solok). Yakni tampilnya "orang baru", Syamsu Rahim dan Irzal Ilyas Dt Lawik Basa sebagai Walikota dan Wakil Walikota Solok. Mengalahkan Yumler Lahar yang saat itu petahana, melalui Pilkada Langsung perdana pada tahun 2005. Padahal, saat itu Syamsu Rahim adalah Ketua DPRD Kota Sawahlunto. Sementara, Irzal Ilyas baru saja "mendarat" di Kota Solok, setelah lama sebagai Kepala Kamar Mesin (KKM) di kapal pesiar antar benua.
Eskalasi politik Kota Solok mendekatkan dirinya dengan Syamsu Rahim dan Irzal Ilyas. Saat Pileg 2004 dan Pilkada 2005, dirinya "tergiring" di pusaran politik. Karena saat itu, dirinya tampil menjadi tim pemenangan. Buah dari itu, diajak bergabung ke Partai Golkar dan terpilih sebagai Sekretaris DPF Golkar Kota Solok. Tak berselang lama, dirinya menjadi Ketua MPC Pemuda Pancasila Kota Solok.
Pada tahun 2009 saat helat pemilihan legislatif (Pileg) berlangsung, Yutris Can tampil sebagai Caleg dari Dapil Lubuk Sikarah, dengan nomor urut 2, di bawah nomor urut Ketua DPD Golkar Kota Solok, Yoserizal (sekarang Ketua DPD NasDem Kota Solok/Anggota DPRD Kota Solok). Hasilnya, Yutris Can terpilih bersama Erizal (nomor urut 5), melengkapi dua wakil lainnya dari Dapil Tanjung Harapan, Adi Purnama dan Nasril In Dt Malintang Sutan.
Karena Ketua DPD Golkar saat itu, Yoserizal tidak terpilih dalam aturan suara terbanyak, Yutris Can dalam prosesnya ditetapkan sebagai Ketua DPRD Kota Solok periode 2009-2014. Aturan baru lainnya, di periode tersebut Ketua DPRD tidak dipilih oleh Anggota DPRD, tapi menjadi milik partai pemenang Pileg.
Seiring berjalannya waktu, DPRD Kota Solok memberikan warna baru di pemerintahan Kota Solok. Melalui kebijakan dan program-program yang mengedepankan kepentingan masyarakat Kota Solok. Di sisi lain, "pergulatan" antara eksekutif (Pemko Solok) dan legislatif (DPRD Kota Solok) seringkali berjalan alot. Namun, tetap dalam koridor dan ranah konstitusi yang elegan.
Pileg 2014, menjadi ujian terbesar bagi Yutris Can secara pribadi. Dirinya bahkan diprediksi tidak akan terpilih. Pasalnya, di Dapil Lubuk Sikarah saat itu, tampil tokoh-tokoh yang memiliki karakter kuat. Seperti Ketua KNPI Kota Solok Ramadhani Kirana Putra. Kemudian Nurnisma, mantan Anggota DPRD Kota Solok dari Partai Hanura. Serta Erizal dan Yutris Can, sebagai petahana.
Namun, di prediksi tersebut terbantahkan dengan hasil Pileg 2014 yang serba mengejutkan. Dari Dapil Lubuk Sikarah, Partai Golkar mengirim tiga wakilnya. Yakni Ramadhani Kirana Putra, Yutris Can dan Nurnisma. Sementara, dari Dapil Tanjung Harapan mengirimkan satu wakil, yakni Nasri In Dt Malintang Sutan. Hasil Pileg 2014 ini, kembali mengantarkan Yutris Can sebagai Ketua DPRD Kota Solok, sebab saat itu, dirinya adalah Ketua DPD Partai Golkar Kota Solok.
Pileg 2019, ujian Yutris Can semakin berat dengan tampilnya wajah-baru di eskalasi Pileg. Baik di partai Golkar, maupun partai-partai kontestan lainnya. Partai Golkar Kota Solok tetap tampil sebagai pemenang Pileg, meski jumlah wakilnya menurun menjadi tiga kursi. Yakni Yakni Ramadhani Kirana Putra dan Yutris Can (Dapil Lubuk Sikarah) dan Nasril In Dt Malintang Sutan (Dapil Tanjung Harapan). Meski menurun, Partai Golkar Kota Solok tetap istimewa, karena menjadi daerah yang tetap tampil sebagai pemenang Pileg (bersama Solok Selatan), meski di Sumbar kemenangan mayoritas diraih Partai Gerindra. Dari 13 daerah yang dimenangkan Partai Golkar di 2014, hanya tersisa Kota Solok dan Solok Selatan di Pileg 2019.
Sekilas Yutris Can
Yutris Can lahir pada 24 Mei 1969 dari pasangan Yunizar dan Syamsiar Saan. Saat dirinya lahir, sang ayah, Yunizar, adalah seorang pegawai di SMEA Solok (kini SMKN 1 Kota Solok), sementara ibunya Kepala Sekolah di SD Rawang Sari, Selayo, Kabupaten Solok.
Sebagai anak pertama dari empat bersaudara, tidak ada sesuatu yang menonjol di dirinya di bidang akademik. Baik saat bersekolah di SD Inpres Kampai Tabu Karambie (KTK) Kota Solok (tamat tahun 1982), SMPN 2 Kota Solok (1985), SMAN 1 Kota Solok (1988), hingga kuliah di Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Bung Hatta (UBH) Kota Padang. Tak pernah juara dan tidak aktif di organisasi sekolah ataupun organisasi kemahasiswaan.
Meski kedua orang tuanya pegawai, Boris tidak menjadi anak manja. Di samping saat itu gaji pegawai sangat kecil, sebagai anak tertua, Boris dididik dengan hidup yang keras. Sawah dan ladang, menjadi lahan "tempur" membentuk karakternya. Sejak SD, SMP, SMA, bahkan saat pulang sekali seminggu dari perkuliahan di Padang, areal Sawah Solok adalah dunianya. Di saat aktivitas pertanian atau ladang sedang senggang, Boris tidak malu menjadi buruh angkat di Gudang Indomarco (jaringan distribusi PT Indofood), atau menjadi kuli bongkar muat pasir dan kerikil di sejumlah sungai di Kota Solok.
Asyik dengan bertani dan berdagang hasil pertanian dan perkebunan, membuat Boris baru bisa menamatkan kuliahnya dalam waktu 5,5 tahun pada 1994. Setamat kuliah, Boris sempat merantau ke Jakarta. Tujuannya mencari pekerjaan, sesuai ijazahnya senagai sarjana ekonomi (SE). Dirinya pernah kerja di Group Astra, namun tidak betah. Bahkan, dirinya sempat mendapat panggilan dari bank multinasional Standar Chartered, namun tidak dipenuhi, karena sudah keburu pulang ke Kota Solok. Lamaran kerja sebagai PNS juga beberapa kali dilayangkan. Namun, tidak pernah diseriusi.
Pulang dari perantauan singkatnya di Jakarta, Sawah Solok, kembali menyambutnya. Sebagai seorang sarjana dan baru pulang dari Jakarta, tidak membuat Boris malu menyandang cangkul ke sawah, menjadi buruh angkat di gudang Indomarco, ataupun bongkar muat pasir dan kerikil.
Aktivitas itupun tidak lepas dari pantauan Nurdiyanti, seorang gadis yang juga seorang sarjana ekonomi UBH. Nurdiyanti yang kelak menjadi istri Yutris Can, melihat dengan mata kepalanya sendiri calon suaminya tersebut menyandang cangkul ke sawah atau mengais rupiah dari cucuran peluh buruh angkat.
Berbeda dengan petani dan buruh lainnya, Yutris Can dengan pengalamannya sebagai sarjana ekonomi, tidak hanya sebagai petani penggarap. Dengan ilmu ekonomi yang dimiliki, Boris "naik level" menjadi pengumpul hasil padi dan menjualnya ke sejumlah daerah di Sumbar dan provinsi tetangga, seperti Tembilahan, Rengat, Muaro Labuh dan daerah-daerah lainnya. Tidak hanya padi dan beras, hasil ladang lainnya juga dibeli dan dibawa ke luar Kota Solok. Seperti kelapa, jeruk, hingga telur.
Tahun 1998, saat resesi ekonomi yang dikenal dengan krisis moneter terjadi di Indonesia, Yutris Can dan Nurdiyanti, memutuskan menikah. Sebuah keputusan yang awalnya dirasa sangat berat bagi keduanya. Pasangan muda tersebut merasakan himpitan ekonomi global saat itu. Bahkan, Nurdiyanti ikut membantu pemasukan keluarga dengan menyambi sebagai tukang ketik. Kebetulan, sebagai sarjana ekonomi, Nurdiyanti memiliki keahlian mengetik 10 jari dan piawai dengan aplikasi windows, di saat microsoft office baru saja booming.
Tangis dan beratnya perjalanan hidup mereka di awal-awal pernikahan, membuahkan kebahagiaan saat lahirnya buah hati pertama, Afirsta Yutrisia pada 4 Juli 1999. Kelahiran Afirsta, membuat Yutris Can dan Nurdiyanti berusaha lebih keras. Tinggal di rumah mertua, dengan kondisi pas-pasan, Yutris Can berusaha memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Afirsta kini sedang menyelesaikan pendidikan IPB Bogor, Jurusan Ekonomi Sumber Daya Lingkungan. Kebahagiaan berikutnya, lahir Ananda Vindy Yutrisia, pada 2 Januari 2004, saat ini siswa SMPN 1 Kota Solok kelas IX. (rijal islamy)
Post a Comment