Zulfa Zetya: Beratkan APBD dan Lewati Ambang Batas, Rasionalisasi THL di Pemkab Solok Perlu Dilakukan
SOLOK - Staf Khusus Bupati Solok, Capt. Epyardi Asda, M.Mar, Zulfa Zetya, menyatakan rasionalisasi tenaga harian lepas (THL) di Pemkab Solok perlu dilakukan. Hal itu diungkapkan Zulfa Zetya, yang merupakan Sekretaris Tim Pemenangan Capt. Epyardi Asda, M.Mar-Jon Firman Pandu, SH, di Pilkada Kabupaten Solok 2020, di akun media sosial facebook-nya pada Senin siang (24/5/2021) sekira pukul 10.40 WIB. Dalam postingan di alamat https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1379360709105605&id=100010950672845, Zulfa Zetya mengungkapkan ada dua indikator yang menjadi pertimbangan. Yakni efisiensi dan kompetensi. Menurutnya, rasionalisasi tersebut, setelah dilakukan pendataan, jumlah THL di Kabupaten Solok sudah melebihi ambang batas."Setelah melakukan pendataan, ternyata jumlah THL di Kabupaten Solok sudah melebihi ambang batas. Sehingga memberatkan APBD. Perlu rasanya dilakukan pengurangan guna efisiensi anggaran. Yang akan diberdayakan adalah yang memiliki kompetensi dan ditempatkan sesuai bidang keilmuan yang dimiliki," ujarnya.
THL: Kami Hanya Ingin Tetap Hidup, Bukan Cari Kaya
Sebelumnya, Bupati Solok, Capt Epyardi Asda, M.Mar, membuat pernyataan akan mengevaluasi keberadaan sekitar 1.700 orang tenaga harian lepas (THL) di Pemkab Solok. Pernyataan itu, ditegaskan secara resmi oleh Epyardi, saat prosesi serah terima jabatan (Sertijab) Bupati Solok, di hari pertama usai dilantik, Senin (26/4/2021). Pernyataan serupa kembali ditegaskan dalam forum resmi berikutnya. Yakni di keesokan harinya saat Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Solok, Selasa (27/4/2021).
"Kami akan mengevaluasi ASN dan THL di Pemkab Solok. Ada sekitar 6 ribu ASN dan ada 1.700 THL. Bahkan ada THL yang umurnya sudah 60 tahun, giginya sudah ompong, masih saja ada bekerja di Pemkab Solok," ujar Epyardi Asda.
Bagi THL, kata "evaluasi" oleh Epyardi Asda terdengar sebagai amputasi dan pemecatan. Artinya, sebagai orang yang berada di posisi yang sangat lemah, hidup mereka kini di ujung tanduk. Tidak hanya bagi mereka, tapi juga ada banyak mulut yang harus mereka beri makan. Ada istri, anak, orang tua dan keluarga lainnya yang menjadi tanggung jawab mereka. Posisi mereka semakin lemah, sebab tidak ada ruang dan tempat untuk mengadu.
Salah seorang THL di salah OPD Pemkab Solok, K (28), mengaku sangat terpukul dan terluka dengan pernyataan Epyardi Asda saat Sertijab di Kantor Bupati Solok (26/4/2021) dan Pidato Perdana di Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Solok (27/4/2021). Sarjana dari salah satu perguruan tinggi ternama di Sumbar tersebut, mengaku dirinya "rela" menjadi THL di Pemkab Solok, karena belum memiliki pekerjaan setamat kuliah. Dari berbagai upaya memasukkan permohonan lowongan pekerjaan, belum membuahkan hasil.
"Tentu kami sangat terpukul dan terluka dengan pernyataan Pak Bupati Epyardi Asda. Beliau adalah orang tua kami, sosok yang mestinya menjadi panutan dan pelindung bagi kami. Bukan malah membuat kami galau dan khawatir dengan nasib kami ke depan," ujarnya.
Menurut K, pernyataan Epyardi Asda yang menegaskan bahwa Pilkada Kabupaten Solok 2021 sudah selesai, sama sekali bertolak belakang dengan kondisi saat ini. Evaluasi THL, menurut K, merupakan imbas dari politik di Pilkada Kabupaten Solok 9 Desember 2020 lalu. K berharap, Epyardi Asda dan Jon Firman Pandu untuk lebih bijaksana dan mengambil keputusan. Meski begitu, K meyakini, Epyardi Asda adalah orang baik dan memiliki hati nurani. Sehingga memiliki kepedulian terhadap nasib masyarakat Kabupaten Solok, termasuk bagi THL.
"Terkadang, kebijakan kepala daerah akan sangat berpengaruh terhadap nasib seseorang ke depan. Bagi kami para THL, tentu tidak akan banyak pengaruh yang bisa kami berikan ke kontestan di Pilkada. Tapi, kami akan menanggung rentetan beban ke depan, terkait kehidupan kami dan keluarga yang kami tanggung. Namun, kami yakin Pak Epyardi adalah orang yang bijak dan memiliki hati nurani. Beliau akan berpihak ke msyarakat, tidak hanya sekadar mendengarkan bisikan tim sukses atau tim pemenangan. Sebab, yang akan menanggung dampak dari kebijakan itu, adalah beliau sendiri, bukan tim sukses atau tim pemenangan," ujarnya.
THL lainnya, M (24), mengaku dirinya sangat galau dan cemas dengan nasibnya ke depan. Menurutnya, pilihannya untuk rela menjadi THL, karena demi mencari sesuap nasi untuk istri dan satu anaknya. Dengan hanya tamatan SMA, dirinya mengaku tidak banyak pekerjaan yang bisa dilakukan. Keterbatasan modal dan sempitnya ruang pekerjaan, membuatnya rela memeras otot untuk pekerjaan di bagian kebersihan.
"Pak Bupati, kami menjadi THL di Pemkab Solok hanya untuk mencari sesuap nasi dan menyambung hidup, bukan untuk mencari kaya. Bagi Pak Bupati, mungkin kami ibarat debu yang tak berharga. Tapi bagi kami, pekerjaan ini kami pilih agar kami dan keluarga tetap bisa makan, tetap bisa hidup. Kami tidak paham dan tidak ikut-ikutan berpolitik. Tidak layak dan tidak pantas rasanya, jika kami harus menjadi korban politik. Jika punya modal dan usaha, tentu kami tidak mau menjadi THL. Ini semata-mata kami tempuh karena kondisi kami. Sesekali, pahamilah kondisi kami," ujarnya dengan mata berkaca-kaca. (PN-001)
Post a Comment