Fenomena Gaduh Politik Kabupaten Solok
Oleh: Bachtul
Beberapa waktu lalu, masyarakat Kabupaten Solok dan juga masyarakat Sumbar tersentak karena tiba tiba kab Solok jadi bahan berita di tingkat nasional baik media cetak maupun media elektronik. Hampir semua TV nasional memberitakannya dan bahkan melakukan wawancara khusus untuk itu.
Banggakah masyarakat kab Solok karena menasionalnya Kabupaten Solok beberapa waktu tersebut? Ya jelas tidak !!! Malah bisa dipastikan malu.
Karena yg muncul dalam TV dan berita Nasional tsb bukanlah prestasi tapi kegaduhan dan keributan yg mengarah kpd perkelahian dalam sidang paripurna DPRD kab Solok dg agenda pengesahan RPJMD kab Solok.
Ada yang membalikkan meja dan ada pula yg melempar dan melayangkan asbak dan akhirnya ada asbak pecah berderai tak jelas lagi wujudnya.
Lempar lempar asbak ini akhirnya mengungkap sebuah ironi ternyata boleh merokok di Ruang Paripurna DPRD Kabupaten Solok, ruang dimana dilahirkan Perda larangan merokok di ruang publik.
Kembali ke paripurna yang ricuh, ternyata yg membuat ricuh bukanlah materi perda RPJMD sendiri, bukan karena perbedaan pendapat karena memperjuangkan rakyat tapi karena berebut pimpinan sidang atau pimpinan rapat paripurna.
Perebutan pimpinan rapat paripurna adalah suatu hal yang masuk akal dalam politik Kabupaten Solok terkini, karena saat ini ketua DPRD kab Solok sedang dimosi tak percaya oleh 22 anggotanya dengan alasan ketua DPRD arogan di antaranya dibuktikan dengan beberapa kali dalam rapat menetapkan keputusan dan mengetuk palu tanpa mengindahkan suara suara yang masih berkembang dalam rapat.
Dan kadang juga mengabaikan hak anggota untuk melakukan interupsi dalam rapat-rapat.
Bicara pimpinan rapat yang tidak memberikan hak anggota untuk bicara maupun interupsi memang terasa menjengkelkan. Saya penulis punya pengalaman pribadi dalam hal ini, saya ketika menjadi anggota DPRD Provinsi Sumbar sekitar tahun 2013 pernah hampir terlibat adu fisik dengan Wakil Ketua DPRD Sumbar Bapak Leonardy Harmainy yang kala itu memimpin rapat anggaran.
Saya sudah berkali kali minta kembali bicara menyangkut aspirasi masyarakat dari dapil saya kab Solok, tapi tidak diberi waktu oleh pak Leo sebagai pimpinan rapat, sampai akhirnya pak Leo menskors rapat dan mengetokkan palu untuk sore itu dan rapat akan dilanjutkan malam hari jam 8 malam.
Selesai pak Leo mengetokkan palu yang saya nilai terburu buru, Saya bicara dengan lantang dan dengan nada keras "Saudara Leonardy saya mau bicara, kenapa saudara skors rapatnya"? Semua peserta rapat diam mendengar protes saya, baik dari kawan-kawan legislatif maupun eksekutif. Ruang rapat jadi hening sesaat, dan Pak Leo secara refleks bangkit dari tempat duduknya kemudian datang menghampiri saya sambil berkata tak kalah lantang dan kerasnya. "Saya jangan kamu saudara saudarakan Tul"
Nampak ketika itu pak Leo sangat marah saya panggil Saudara, karena mmg sebelumnya tak ada yang memanggil pak Leo dg panggilan saudara baik eksekutif maupun legislatif. Semua orang amat segan dan hormat kepada pak Leo, semua orang kebanyakan memanggil bang kepada Pak Leo untuk mendekatkan diri dengan beliau, harus saya akui kehebatan Pak Leo, beliau memang punya "Begu" dan kharisma tersendiri di kalangan legislatif dan eksekutif ketika itu.
Setelah di dekat saya pak leo ketika langsung meraih tangan saya dengan setengah memaksa, sambil berkata; "Mari kita selesaikan berdua di ruang saya Tul" dengan nada tetap tinggi. Akhirnya kami jalan beriringan dengan Pak Leo sedikit di depan menuju ruangan Pak Leo yg berjarak sekitar 25 meter dari ruang rapat tadi.
Dalam perjalanan 25 meter tersebut jantung saya deg degan dan berdetak lebih kencang dari biasanya, krn saya berpikir pasti akan terjadi perkelahian waktu itu sambil membayangkan besarnya kepalan tinju Pak Leo dibanding kepalan tinju saya.
Tapi dalam perjalanan menuju ke ruangan pak Leo tsb saya juga sempat berpikir, seandainya ada termakan pak leo ini oleh saya maka akan saya lawan, tapi jika rasa tidak terlawan saya akan pasrah saja untuk satu atau dua pukulan, tapi kemudian saya akan lapor ke pihak berwajib. Itu pikiran yg berkelebat dalam pikiran saya kala itu.
Sampai di ruang pak Leo, beliau langsung menutup pintu dan langsung menumpahkan amarahnya kepada saya, saya membalasnya tapi dengan nada yang sedikit lebih rendah dari pak Leo , mulai ngeper, hehehe.
Akhirnya setelah sama sama menumpahkan emosi dan memberikan argumen masing masing, Pak Leo diam sejenak lalu beliau berkata "baik Tul, sekarang masalah kita anggap selesai, kita saling memaafkan, "Bachtul minta maaf ke abang, abang minta maaf ke Bachtul"
Saya menimpalinya, "Baik bang kita saling memaafkan, saya minta maaf ke abang" kemudian kami bersalaman erat.
Saya senang dengan ending tersebut. Pertama terhindar dari kejadian memalukan (Perkelahian)
Kedua, kalau terjadi perkelahian sore itu saya pasti babak belur dan bengkak bengkak, mengingat fisik bang leo yang jauh lebih besar dari saya dan bang Leo seorang karateka lagi. Apalagi bang leo berlaga di-"kandangnya" sementara saya berlaga pada partai tandang.
Tapi saya akui saya salut dg bang Leo yg ternyata dari situasi semarah-marahnya bisa berubah menjadi seorang yg bijaksana sore itu. Bisa jadi karena niat beliau buru buru mengetuk palu skors sidang karena niat ingin melaksanakan Shalat Ashar sore itu.
Saya sengaja menceritakan pengalaman ini, pesannya adalah hak anggota untuk bicara harus dihargai, bisa dikatakan bicara adalah tugas utama anggota dewan.
Maka itu pimpinan rapat siapapun dia, apakah ketua atau wakil ketua dewan tak boleh sembarangan menutup rapat dan tak sembarangan mengetuk ketika masih ada anggota yg akan bicara.
Dewan biasa juga disebut parlemen, dimana parlemen berasal dari kata parlie yang artinya bicara.
Jadi kalau ada anggota dewan yg ingin bicara harusnya dihormati dan diberi kesempatan, karean itu fungsi dan kewajiban mereka. Justri anggota dewan yang tak bicara dalam rapat, maka dia bisa dikatakan tak pantas jadi anggota dewan. Bicara disini tentu maksudnya bukan sembarang bicara, tapi bicara sesuai Tupoksi.
Kalau kita cermati dengan seksama kegaduhan yg terjadi di paripurna kemarin, itu bukanlah kejadian yang berdiri sendiri yang hanya karena masalah pimpinan rapat/sidang.
Tapi ada yang melatarbelakanginya.
Kalau dilengong lengong konflik tidak hanya antara ketua DPRD dg segenap anggota DPRD tapi ada juga konflik Ketua DPRD dengan kepala daerah. Konflik ini sudah bukan rahasia lagi. Bahkan ketua DPRD telah melaporkan pribadi bupati ke polisi terkait penyebaran Video di WAG TOP 100, sebuah group WA terkemuka di Sumatera Barat. Sehingga hubungan bupati dengan ketua DPRD sedang meruncing saat ini. Sementara proses hukum terhadap laporan Ketua DPRD terus berlangsung di Polda Sumbar, sudah hampir sepuluh orang yang dipanggil polisi untuk dimintai keterangan termasuk dua orang admin WAG TOP 100. Sementara satu orang admin yang lain batal dipanggil polisi, entah apa pula ilmu dan kesaktiannya sehingga batal dipanggil polisi....,
Mau juga saya berguru ke beliau itu, hehehe.
Sementara konflik antara ketua DPRD dengan segenap anggota DPRD Kabipaten Solok, sudah mulai tercium publik bukan semata disebabkan karena anggapan sikap arogan ketua. Tapi kabarnya ada masalah yang lebih serius, yaitu ketua DPRD diduga telah membocorkan LHP BPK yang memuat temuan terhadap pertanggungjawaban keuangan yang berakibat belasan anggota DPRD Kabupaten Solok kabarnya sempat diperiksa Kejari Solok. Hal ini lah kabarnya membuat segenap angg DPRD marah dan kecewa kepada ketua DPRD dan mendorong mereka mengajukan mosi tak percaya kepada Ketua DPRD.
Fenomena gaduh politik di Kabupaten Solok merupakan fenomena baru, gaduh politik ini suatu yang tak biasa untuk ukuran Kabupaten Solok. Selama ini politik Kabupaten Solok adem ayem saja, seadem udara di Tugu Ayam di malam hari. Nyaris tak ada riak walau sekadar riak danau.
Tapi beberapa bulan belakangan politik kab Solok mulai menghangat, melebihi hangatnya "aia angek" bukit kili, ada lapor melapor, ada jegal menjegal dan ada pula lempar lemparan asbak.
Apakah hangatnya dan gaduhnya politik Kabupaten Solok seperti sekarang menguntungkan Solok?
Ketika diamati di ruang publik ternyata sebagian besar masyarakat berpendapat kegaduhan ini merugikan masyarakat Kabupaten Solok.
Mayoritas masyarakat Kabupaten Solok menginginkan kegaduhan ini dihentikan.
Kegaduhan ini berpotensi mengganggu pelayanan kepada masyarakat dan mengganggu jalannya pemerintahan.
Jika kegaduhan ini berlanjut maka pemerintahan daerah bisa kehilangan fokus.
Kegaduhan politik ini hanya membuang buang energi dan membuang buang waktu.
Pertarungan politik yang terjadi di Kabupaten Solok sekarang tak ubahnya pertarungan ego pribadi, pertarungan yang terjadi karena ketidakmampuan untuk bekerjasama di antara pemangku kepentingan dan juga ketidakmampuan untuk menghormatii peran diri sendiri dan orang lain.
Masyarakat berharap kegaduhan ini segera berakhir dan berharap seluruh lembaga dan pemangku kepentingan dapat bekerjasama dan bersinergi untuk membawa Kabupaten Solok lebih maju dan sejahtera.
Perlu diingat ingat lagi ungkapan yg disampaikan Bupati Solok Epyardi Asda pada pidato pertama beliau di Gedung DPRD kab Solok bahwa "Tidak ada Superman tapi yang ada adalah Supertim". Kalau sudah ingat kembali dengan ungkapan tersebut maka segera saja laksanakan dan wujudkan.
Supertim bukan hanya di antara pemangku kepentingan tapi termasuk seluruh warga kab Solok, baik yang di kampung maupun di rantau.
Dengan kerendahan hati kita harus selalu ingat firman Tuhan bahwa "Tidak berubah nasib suatu kaum jika tidak kaum itu sendiri yang merubahnya"
Dan Kabupaten Solok bisa kita umpamakan sebagai sebuah kaum. Sehingga untuk berubah menjadi lebih baik tidak bisa dilakukan oleh satu orang, tidak bisa hanya oleh pemerintahan saja tapi harus dengan keterlibatan dan partisipasi semua masyarakat tanpa terkecuali.
Maka sebaiknya pemerintahan daerah, bupati dan DPRD saling bekerjasama dan bersama sama pula merangkul seluruh masyarakat untuk bersama sama membangun Kabupaten Solok dalam rangka merubah nasib menjadi lebih baik, dalam rangka mensejahterakan masyarakat Kabupaten Solok.
Padang, 27 Agustus 2021
Post a Comment