Paripurna Pengesahan RPJMD Kabupaten Solok Diduga Cacat Hukum dan Inkonstitusional
SOLOK - Kericuhan yang terjadi di Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Solok, Rabu (18/8/2021) masih terus menyisakan polemik. Sidang dengan agenda pembahasan Rancana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Solok 2021-2026 tersebut, sejatinya telah diskors hingga batas waktu yang belum ditentukan oleh Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra. Namun, tanpa ada pendelegasian dari Ketua DPRD kepada Pimpinan DPRD lainnya, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Solok dari Partai Amanat Nasional (PAN), Ivoni Munir, membuka dan menjalankan sidang danakhirnya mengesahkan Ranperda RPJMD Kabupaten Solok menjadi Perda.
Pengesahan Perda RPJMD tersebut, dihadiri oleh Bupati Solok Capt. Epyardi Asda, M.Mar tanpa dihadiri oleh Ketua DPRD Dodi Hendra, Wakil Bupati Jon Firman Pandu, SH, serta dua fraksi dari delapan fraksi di DPRD Kabupaten Solok, yakni Gerindra dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Dosen Hukum Tata Negara, Universitas Trisakti, Jakarta, Radian Syam, menilai keputusan yang dihasilkan dalam sidang tersebut dapat diduga cacat hukum atau inkonstitusional, karena telah bertentangan dengan Peraturan Perundangan-undangan baik yang diatur dalam UU Pemerintahan Daerah, UU MD3, serta PP No: 12 Tahun 2018 terkait Tatib Tertib DPRD. Menurutnya, dalam aturan tersebut dengan jelas mengatur mekanisme dalam setiap pengambilan keputusan di DPRD. Terlebih jika ketua DPRD tidak sedang berhalangan, meninggal dunia, diberhentikan oleh Parpol atau tersangkut pidana.
"Jadi jika hal tersebut tidak terpenuhi maka artinya Ketua DPRD yang menjalankan sidang. Jika ada sidang lainnya yang dibuka oleh pimpinan lainnya, ini bisa dikatakan mereka melakukan rapat paripurna sepihak, karena Ketua DPRD tidak berhalangan dan tidak ada mendelegasikan tugasnya," ungkapnya.
Jika alasannya adalah adanya mosi tidak percaya yang saat ini bergulir, Radian Syam menyatakan hal tersebut juga tidak bisa dibenarkan. Karena menurutnya, upaya mosi tak percaya sejumlah Anggota DPRD Kabupaten Solok tidak menggugurkan hak dan kewenangan Ketua DPRD. Proses tersebut sedang dibahas di Badan Kehormatan (BK). Hasil dari BK ini kemudian dibahas di Badan Musyawarah (Bamus), lalu dibawa ke sidang paripurna DPRD. Hasil dari paripurna ini, kemudian dibawa ke Parpol pemenang Pileg 2019, apakah akan mengganti atau mempertahankan Ketua DPRD saat ini.
"Terkait skorsing yang juga telah diketuk oleh ketua DPRD, maka sesuai mekanisme yang diatur di PP No.12 Tahun 2018 serta Tatib, maka tidak dapat sepihak dibatalkan atau mencabut skorsing oleh pimpinan atau anggota DPRD lain," ungkapnya. (PN-001)
Post a Comment