Perantau dan Mahasiswa Solok "Terusik", Minta Bupati dan DPRD Akhiri Polemik
SOLOK - Polemik yang terjadi di Kabupaten Solok, khususnya perseteruan antara Bupati Solok dan DPRD Kabupaten Solok membuat organisasi perantau dan mahasiswa Solok terusik. Polemik itu memuncak saat sidang Paripurna DPRD Kabupaten Solok, Rabu (18/8/2021), dengan terjadinya kericuhan antara sejumlah Anggota Dewan di depan Bupati Solok Capt Epyardi Asda, Wakil Bupati Jon Firman Pandu, SH, Ketua DPRD Dodi Hendra, Forkopimda, Kepala OPD Pemkab Solok, dan insan pers.Sidang Paripurna DPRD dengan agenda pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Solok 201-2026, berakhir ricuh. Sejumlah anggota DPRD saling lempar asbak, membalikkan meja, saling dorong, hingga ada yang naik ke atas meja dengan menyiram air mineral ke kerumunan. Kericuhan itu, menjadi puncak dari mosi tak percaya yang diajukan 22 Anggota Dewan yang tidak menerima sidang paripurna dipimpin oleh Dodi Hendra, karena saat itu Dodi Hendra sedang diproses di Badan Kehormatan (BK). Sementara, Fraksi Gerindra dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bersikukuh Dodi Hendra masih Ketua DPRD yang sah.
Sidang yang diskors oleh Ketua DPRD Dodi Hendra itu, akhirnya dilanjutkan oleh Wakil Ketua DPRD Ivoni Munir dan Lucki Effendi pada malam harinya. RPJMD kemudian ditetapkan tanpa kehadiran Ketua DPRD Dodi Hendra dan Wakil Bupati Jon Firman Pandu. Pengesahan RPJMD ditandatangani oleh Bupati Solok Epyardi Asda, Wakil Ketua DPRD dari PAN Ivoni Munir, dan Wakil Ketua dari Demokrat Lucki Effendi.
Polemik kemudian semakin meruncing saat BK DPRD merekomendasikan pemberhentian Dodi Hendra dalam jabatan sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok pada Jumat (20/8/2021). Rekomendasi BK tersebut, disampaikan oleh Wakil Ketua BK, Dian Anggraini, SH, bukan oleh Ketua BK M Syukri yang berasal dari PPP. Diketahui, Dian Anggraini merupakan Ketua Fraksi Demokrat, fraksi yang mengajukan mosi tak percaya terhadap Ketua DPRD Dodi Hendra. Salah satu alasan rekomendasi, Dodi Hendra dianggap telah melanggar kewajiban menjaga norma dan etika dalam berhubungan dengan institusi lain. Bukan karena mosi tak percaya yang diajukan 22 Anggota DPRD yang menganggap Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD bertindak arogan, otoriter dan tidak kolektif kolegial.
Wakil Bupati Jon Firman Pandu dalam dialog di Padang TV pada Jumat malam (20/8/2021), mengeluarkan komentar mengejutkan. Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Solok tersebut menyatakan dengan bahwa polemik yang terjadi di Kabupaten Solok "by design", atau ada yang mendesain. Sekretaris DPD Partai Gerindra Sumbar, Evi Yandri Rajo Budiman dalam dialog yang sama mengatakan bahwa yang mendesainnya adalah Bupati Solok Capt. Epyardi Asda.
Bupati Solok Epyardi Asda dalam berbagai kegiatan telah membantah bahwa dirinya berada di balik perseteruan Dodi Hendra dan sejumlah Anggota DPRD. Ketua DPP PAN tersebut, juga menegaskan dirinya tidak pernah mengutak-atik dan melakukan intervensi ke partai lain, khususnya Partai Gerindra. Dalam berbagai kesempatan, Epyardi meminta masyarakat tidak termakan isu, dan meyakinkan bahwa roda pemerintahan di Kabupaten Solok tetap berjalan normal.
Pernyataan S3 dan PKKS
Melihat polemik yang terjadi, organisasi perantau Kabupaten Solok, yakni Solok Saiyo Sakato (S3) dan Perkumpulan Keluarga Kabupaten Solok (PKKS), membuat surat pernyataan bersama yang ditujukan kepada Bupati Solok Epyardi Asda dan Pimpinan DPRD Kabupaten Solok. Dalam surat pernyataannya, S3 dan PKKS mengimbau eksekutif dan legislatif duduk bersama.
Ada lima butir imbauan yang disampaikan dalam surat bernomor: IST/S3/VIII/2021 dan IST/PKKS/VIII/2021 tersebut, yakni: 1. Para pihak (Pemerintah dan DPRD Kabupaten Solok) serta pihak terkait lainnya dapat mengantisipasi kemelut yang terjadi. 2. Para pihak dan pihak terkait lainnya yang dapat menemukan solusi terbaik secara musyawarah mufakat untuk kepentingan pembangunan dalam arti yang seluas-luasnya. 3. Para pihak dan pihak terkait lainnya Menghilangkan ego sektoral dan ego pribadi demi kepentingan masyarakat pembangunan dan kesejahteraan. 4. Para pihak dan pihak terkait lainnya mengadakan konsolidasi dan rekonsiliasi secara tuntas dan menyeluruh. 5. Para pihak dan pihak terkait lainnya segera melanjutkan program yang tertinggal oleh kemelut ini.
Surat bersama S3 dan PKKS itu, diteken langsung Ketua Umum DPP S3 Firdaus Oemar Dt Marajo dan Sekjen Eddie Moeras, SH, MH St Rajo Baso serta diketahui Dewan Pembina Irjen Pol (P) Drs.H.Marwan Paris, MBA Dt.Maruhun Saripado dan H.Muchlis Hamid, SE, MBA Rajo Dewan. Dari PKKS diteken oleh Ketua Umum Dr. Lukman Roka, M.Si Panuko dan Sekjen Maigus Tinus, S.Sos Manti Batuah.
Surat bersama yang diterbitkan di Jakarta tertanggal 25 Agustus 2021, ditembuskan langsung kepada Gubernur Sumbar, Ketua DPRD Sumbar, Forkopimda Kabupaten Solok, para Ketua DPW S3, Ketua DPW PKKS, dan para Ketua IKA Nagari (74 Nagari se-Kabupaten Solok.
Unjuk Rasa Aliansi Mahasiswa Solok
Sekira 50-an mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya sebagai Aliansi Mahasiswa Solok (AMS) melakukan unjuk rasa dengan mendatangani Gedung DPRD Kabupaten Solok, Kamis (26/8/2021). Para mahasiswa dari berbagai universitas di Sumbar dan Kota Solok itu, membawa poster yang berisi kritikan terhadap polemik yang terjadi di Kabupaten Solok. Khususnya, terkait kegaduhan yang terjadi di Ruang Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Solok, Rabu 18 Agustus 2021. Serta sebab-akibat munculnya aksi keributan, seperti lempar asbak, balik meja dan siram air oleh sejumlah Anggota DPRD Kabupaten Solok.
Koordinator Aksi, Anggra Islami Dasya, mengatakan polemik yang terjadi di DPRD Kabupaten Solok saat ini, seperti pembahasan RPJMD yang ricuh, telah membuat keresahan di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Solok. Serta telah menjadi tontonan yang tidak baik dan menimbulkan rasa malu bagi masyarakat. Untuk itu, pihaknya ingin meminta kejelasan kepada anggota DPRD Kabupaten Solok.
"Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Solok yang ricuh, telah membuat keresahan di masyarakat. Kericuhan itu, disaksikan oleh banyak orang, karena menjadi viral dan tampil dalam pemberitaan TV nasional, Sumbar, media online, media cetak, hingga di media sosial. Karena itu, kami meminta kejelasan dari Anggota DPRD Kabupaten Solok," ujarnya.
Anggra menyampaikan pihaknya telah mengirimkan surat terbuka terkait hal ini kepada pemerintah daerah. Namun tidak ada tanggapan. Sehingga, kemudian melaksanakan agenda kedua, yaitu audiensi dengan DPRD Kabupaten Solok.
Sebanyak 6 poin tuntutan para mahasiswa yang disampaikan ke DPRD Kabupaten Solok berisi: 1. Meminta Pemkab dan DPRD membuat RPJMD yang sah sesuai dengan aturan formil dan materil. 2. Memaparkan RPJMD dan program program strategis kepada masyarakat. 3. Meminta kepada seluruh anggota DPRD meminta maaf kepada masyarakat secara terbuka dan disiarkan melalui media. 4. Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Solok agar memproses dan memeberikan sanksi anggota dewan yang terlibat kekisruhan pada sidang 18 Agustus 2021. 5. Meminta Bupati Solok agar menimbang kembali atas perubahan atas Perbup Nomor 60 tahun 2020. 6. Badan Kehormatan DPRD agar menjalankan amanahnya sebaik baiknya sesuai dengan perundang-undangan.
Syamsu Rahim: Segera Duduk Bersama
Menyikapi persoalan yang semakin kompleks ini, Bupati Solok periode 2010-2015, Drs. Syamsu Rahim, mengaku sangat miris dengan eskalasi politik di Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat, saat ini. Sejumlah intrik, manuver dan kebijakan yang diambil para pelaku politik saat ini, menurutnya telah membuat kegaduhan politik di masyarakat. Mantan Ketua DPRD Kota Sawahlunto dan Walikota Solok periode 2005-2010, mengkhawatirkan akan terjadi chaos, jika masing-masing pihak tidak segera menarik ego politiknya masing-masing.
"Bupati bukan raja dan masyarakat bukan pelayannya. Seharusnya, bupati adalah pelayan rakyat yang tahu kebutuhan rakyatnya. DPRD adalah perwakilan rakyat di parlemen, yang memiliki fungsi kontrol, anggaran dan legislasi. Semuanya sudah punya Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) masing-masing. Jika semua pihak terus memperturutkan ego, masyarakat bisa menjadi tidak percaya ke pemerintahan. Jika kegaduhan politik di tingkat elit ini terus berlanjut, akan terjadi chaos di masyarakat," ungkapnya.
Sebagai warga Kabupaten Solok, Syamsu Rahim mengingatkan, bahwa eskalasi Pilkada Kabupaten Solok sudah selesai. Ibarat pepatah "biduak lalu, kiambang batawik", semua elemen harus kembali berkolaborasi. Menurutnya, saat ini Bupati/Wakil Bupati Solok harus merangkul semua pihak, dan memberdayakan seluruh elemen di masyarakat. Jangan sampai sebaliknya, yakni memberi tekanan kepada seluruh orang yang dinilai tidak sejalan saat Pilkada dulu.
"Rangkul semua pihak. Pemerintahan harus memaafkan semua orang. Bupati adalah bupati semua orang, bukan bupati sebagian orang. Jangan hanya mengegas pegawai, rakyat, ataupun mantan pejabat. Pilkada sudah usai, seluruh pihak dan seluruh elemen masyarakat menginginkan stabilitas dan kesejukan. Berdayakan semua potensi. Tidak ada Superman dan Super Team jangan hanya jadi jargon tanpa aplikasi nyata," ungkapnya.
Syamsu Rahim juga meminta insan pers di Kabupaten Solok untuk mengawal dan memberi masukan terhadap jalannya pemerintahan. Menurutnya, sebagai pilar keempat demokrasi, para insan pers harus memberikan fungsi pendidikan politik dan menjalankan fungsi sosial kontrol. Para tokoh menurut Syamsu Rahim juga harus bersuara. Baik tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, maupun tokoh politik. Jangan hanya karena kepentingan pribadi, justru mengesampingkan kepentingan daerah yang nilainya jauh lebih besar.
"Insan pers harus bersuara. Tidak hanya sekadar menjalankan fungsi sosial kontrol dan pendidikan politik. Tapi, juga bukti tanggung jawab moral dan rasa sayang ke daerah. Jangan berhenti mengkritik, karena kritik adalah bukti cinta ke daerah. Pemerintah maupun DPRD, jangan sekali-kali menilai kritik sebagai wujud rasa benci atau tidak senang pada pemerintahan," tegasnya.
Syamsu Rahim juga menegaskan Pemkab Solok dan DPRD Kabupaten Solok saat ini dihadapkan pada tugas berat. Di samping pandemi Covid-19 yang masih belum mereda, kondisi ekonomi dan beban hidup masyarakat semakin berat. Syamsu Rahim juga mengatakan, di antara tugas-tugas berat yang menanti, di antaranya adalah pembenahan akses jalan dan penyiapan infrastruktur yang mendukung akses ekonomi.
"Harapan masyarakat sangat besar. Harus ada oleh-oleh untuk masyarakat. Menjadi kepala daerah adalah amanah yang harus dijadikan lahan pengabdian, bukan lapangan pekerjaan. Pemerintahan harus dijalankan dengan panduan normatif, yakni undang-undang, peraturan, etika moral, kesantunan, raso pareso, kesantunan dan kebanggaan berbakti ke daerah. Magnet pemimpin itu, adalah jika dia dekat dengan rakyat," ujarnya.
Terkait dengan sejumlah kejadian saat kampanye Pilkada, jelang pelantikan, setelah pelantikan, hingga kondisi terkini, Syamsu Rahim mengharapkan semua pihak duduk bersama. (PN-001)
Post a Comment