Epyardi Asda Disomasi Advokat dan Kontraktor Proyek THKW Arosuka
SOLOK - Bupati Solok Capt. Epyardi Asda, M.Mar, disomasi oleh rekanan PT Nabel Utama Karya, pelaksana proyek Taman Hutan Kota Wisata (THKW), karena tidak mau membayarkan sisa kontrak pembangunan, yang telah selesai dikerjakan sejak tahun 2020 lalu. Jumlah yang belum dibayarkan oleh Pemkab Solok, sebanyak Rp1.290.271.868, dari nilai proyek Rp6.702.711.000. Terdiri dari pembayaran termyn 95 persen sebesar Rp955.136.318, dan retensi (perawatan selama 6 bulan) 5 persen sebesar Rp335.135.550.Kuasa Hukum PT Nabel Utama Karya dari Kantor Hukum Syafardi Atmaja, S.H, M.H & Partners, menyatakan pihaknya terpaksa melakukan tindakan somasi terhadap Bupati Solok Capt. Epyardi Asda, M.Mar, karena dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap kliennya, berupa tindakan wanprestasi (ingkar janji). Karena Pemkab Solok dinilai tidak mau menunaikan kewajiban terhadap hak-hak kliennya pada proyek yang sudah diselesaikan. Syafardi Atmaja juga menegaskan pihaknya akan melaporkan hal ini ke aparat penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI).
"Kami terpaksa melakukan somasi ke Epyardi Asda, karena sebagai Bupati Solok telah melakukan tindakan melawan hukum, dengan tidak mau membayarkan hak-hak klien kami. Jika hal ini tidak juga diselesaikan, maka kami juga akan melaporkan ini ke aparat penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan dan KPK RI. Kami juga akan menuntut kerugian materil dan imateril terhadap klien kami, sebagaimana menurut hukum positif yang berlaku di Negara Republik Indonesia," ungkapnya.
Kronologis
Syafardi Atmaja menuturkan, persoalan ini berawal saat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Solok yang saat itu dipimpin oleh Effia Vivi Fortuna Ahadi Destri, ST, MM, melaksanakan kontrak pekerjaan pembangunan Taman Hutan Kota Wisata (THKW) di Arosuka dengan Joniadi selaku Direktur PT Nabel Utama Karya, dengan nomor surat perjanjian 650/1011/KPA-TR/PUPR-2019 tanggal 17 Juli 2019. Kontrak di masa pemerintahan Bupati-Wakil Bupati Gusmal Dt Rajo Lelo dan Yulfadri Nurdin, SH dilakukan tiga kali amandemen kontrak, yakni pada 3 Desember 2019, 26 Desember 2019, dan 23 Januari 2020.
Pada tanggal 8 Februari 2020, telah tercapai bobot pekerjaan 100 persen dan telah dilakukan Serah Terima Hasil Pekerjaan (PHO), sebagaimana berita acara Nomor: 900/3222/SP/KPA-TR/DPUPR-2020 tanggal 14 Februari 2020. Pada tanggal 13 Agustus 2020 dilakukan Serah Terima Hasil Pekerjaan Akhir (PHO), yang menyatakan PT Nabel Utama Karya telah menyelesaikan masa pemeliharaan proyek tersebut. Karena proyek yang seharusnya selesai pada tahun anggaran 2019, namun baru selesai pada awal tahun 2020, PT Nabel Utama Karya dikenakan denda, dan denda tersebut sudah disetorkan ke kas daerah. Termasuk temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tanggal 23 Desember 2020.
Pada tanggal 24 September 2021, PT Nabel Utama Karya mengajukan permohonan pembayaran termyn 95 persen sebesar Rp955.136.318 dengan berita acara pembayaran nomor: 900/113/KPA-TR/PUPR-2021, dan retensi (perawatan selama 6 bulan) 5 persen sebesar Rp335.135.550 dengan berita acara pembayaran nomor: 900/114/KPA-TR/PUPR-2021. Namun, dana yang seharusnya ditransfer dalam tiga hari tersebut, ternyata tak kunjung ditransfer oleh Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Solok. Saat itu, BKD beralasan bahwa surat perintah membayar itu sudah kedaluarsa atau lewat waktu.
Pada tanggal 27 Oktober 2021, PT Nabel Utama Karya kembali mengajukan permohonan pembayaran termyn 95 persen dan retensi 5 persen ke Dinas PUPR. Dinas PUPR mengeluarkan Berita Acara Pembayaran Nomor: 900/163/KPA-TR/PUPR-2021. Namun, setelah menunggu selama tiga hari, BKD tidak juga melakukan transfer dana.
Disuruh Menghadap Bupati
Pada tanggal 1 November 2021, Kantor Hukum Syafardi Atmaja, S.H, M.H & dan Partners yang dikuasakan oleh PT Utama Karya, menghadap Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Solok, Editiawarman, untuk menanyakan perihal kewajiban Pemkab Solok terkait proyek yang sudah selesai tersebut. Kepala BKD, Editiawarman menyatakan bahwa untuk pembayaran tersebut, harus ada izin prinsip/persetujuan dari Bupati Solok Epyardi Asda.
Editiawarman menyatakan, hal karena nilai yang harus dibayar oleh Pemkab Solok di atas Rp200 juta. Heran dan tak puas dengan pernyataan Kepala BKD tersebut, Syafardi Atmaja menanyakan apakah ada Peraturan Bupati (Perbup) Solok terkait hal itu, dan dijawab oleh Editiawarman tidak ada. Bahkan, Editiawarman menyuruh Syafardi untuk menghadap langsung Bupati Solok Epyardi Asda.
"Kata Kepala BKD, uang untuk sisa pembayaran itu sudah dianggarkan dalam refocusing anggaran Pemkab Solok. Namun, kata beliau, untuk pencairannya harus ada izin prinsip dari Bupati. Katanya, jika di atas Rp200 juta, harus ada izin prinsip dari Bupati Solok. Ini sama sekali tidak pernah saya temui dimanapun selama ini. Katanya semua kontraktor harus menghadap bupati. Apa tujuannya? Ini ilmu baru bagi saya," ujar Syafardi.
Diusir Epyardi Asda
Setelah bertemu Kepala BKD Editiawarman, di hari yang sama (Senin, 1 November 2021), Syafardi kemudian menemui Bupati Epyardi Asda di ruangannya. Setelah menunggu sekitar satu jam, sekira pukul 14.30 WIB, akhirnya bertemu. Meski mengaku telah memperkenalkan diri dengan sopan, dan kemudian mempertanyakan kewajiban Pemkab Solok terkait proyek THKW, Syafardi menyatakan Epyardi Asda menjawabnya dengan ketus.
"Beliau menanyakan, Hutan yang mana? Lalu kami jawab THKW di samping rumah Dinas Bupati. Kemudian beliau kembali bertanya siapa yang berutang, kami jawab Pemkab Solok. Beliau malah menyatakan; Tidak ada itu," ujar Syafardi menirukan pembicaraan di ruangan Bupati Solok.
Syafardi kemudian menuturkan bahwa setelah dirinya menjelaskan bahwa semua persyaratan/administrasi dan dokumen sudah lengkap di BKD Kabupaten Solok, Epyardi Asda langsung dengan nada tinggi dan menunjuk-nunjuk muka Syafardi dan menanyakan apakah dirinya kontraktor. Lalu dijawab Syafardi bahwa dirinya adalah Kuasa Hukum PT Nabel Utama Karya. Dengan tetap menunjuk-nunjuk muka Syafardi, Epyardi berkata;
"Hebat kalian bawa-bawa pengacara. Saya akan penjarakan yang memberikan pekerjaan pada anda. Ajudan, suruh mereka keluar, emangnya dia siapa mengancam-ancam bupati," ujar Epyardi seperti ditirukan Syafardi.
Syafardi menyatakan dirinya sangat kecewa dengan sikap dan perlakuan Epyardi Asda terhadap dirinya. Menurutnya, sebagai figur publik, Epyardi seharusnya bisa menghargai profesi advokat, yang pekerjaannya diatur dan dilindungi undang-undang.
"Epyardi Asda adalah seorang kepala daerah atau pemimpin daerah, tidak pantas bersikap arogan kepada kami sebagai advokat yang menjalankan tugas profesi untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya. Kami menghadap beliau dengan sopan, dengan berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Tindakan Epyardi Asda kepada kami adalah perbuatan melawan hukum pidana, atau persekusi kepada kami," ujarnya. (PN-001)
Post a Comment