Konflik Internal di Gerindra Kabupaten Solok, Kemenangan Pileg 2019 dan Pilkada 2020 yang Tak Berarti Apa-Apa
SOLOK - Partai Gerindra sukses memenangkan dua ajang politik terakhirnya di Kabupaten Solok. Yakni Pileg 2019 dan Pilkada 9 Desember 2020. Di Pileg 17 April 2019, Partai Gerindra sukses menjadi pemenang dengan meraih 29.596 suara dan mendapatkan 6 kursi dari 35 kursi DPRD Kabupaten Solok. Disusul Partai Amanat Nasional (PAN) yang meraih jumlah kursi sama, namun dengan raihan 28.032 suara. Partai Demokrat yang meraih 21.510 suara melengkapi struktur pimpinan DPRD (Ketua dan dua Wakil Ketua DPRD), dengan raihan 4 kursi.Raihan 6 kursi Gerindra berasal dari 2 kursi di Dapil I (Kecamatan Gunung Talang, Kubung, IX Koto Sungai Lasi) atas nama Dodi Hendra (2.965 suara) dan Iskan Nofis (2.017). Di Dapil II (X Koto Singkarak, X Koto Diateh, Junjung Sirih) petahana Septrismen (1.757) kembali terpilih. Di Dapil III (Bukit Sundi, Lembang Jaya, Danau Kembar, Payung Sekaki, Tigo Lurah) Jon Firman Pandu (2.062) kembali terpilih. Sementara, dari Dapil IV (Lembah Gumanti, Hiliran Gumanti, Pantai Cermin) Gerindra meraih dua kursi, atas nama Hafni Havis (2.054) dan Arlon Sutan Sati (1.850).
"Prabowo Effect" dan kinerja para Caleg Gerindra menarik simpati masyarakat membuat mereka mampu melejitkan raihan dari 4 kursi menjadi 6 kursi. Begitu juga dengan PAN yang juga mendapatkan 6 kursi. NasDem dan PKS, mendapatkan 4 kursi dari sebelumnya 3 kursi. Sementara, Hanura dan Demokrat tetap mendapatkan hasil seperti raihan Pileg 2014, dengan Hanura yang meraih 2 kursi dan Demokrat 4 kursi. Tiga partai besar justru raihannya melorot dibanding Pileg 2014, yakni Partai Golkar, PPP dan PDI Perjuangan. Golkar dari 5 kursi, kini tersisa 4 kursi. PPP dari 5 kursi menjadi 3 kursi, dan PDIP dari 3 kursi menjadi 2 kursi.
Di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 9 Desember 2020, Partai Gerindra yang berkoalisi dengan PAN mengusung pasangan Capt. Epyardi Asda, M.Mar dan Jon Firman Pandu, SH, sukses memenangkan kontestasi dengan raihan 59.625 suara atau 35,29 persen. Asda-Pandu hanya unggul tipis, 814 suara dibanding pasangan Nofi Candra, SE - Yulfadri Nurdin, SH, yang diusung Partai NasDem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kemenangan yang hanya 0,4 persen ini "diselesaikan" via keputusan sidang sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 22 Maret 2021, dan KPU Kabupaten Solok mengeluarkan SK nomor 3/PL.02.7-Kpt/1302/KPU-Kab/III/2021 tanggal 26 Maret 2021.
Unggul di dua "alek" politik Kabupaten Solok tersebut, ternyata tidak membuat Gerindra secara otomatis jumawa dan menjadi tokoh sentral dalam perpolitikan di Kabupaten Solok. Terbukti, setelah unggul di Pileg 2019, justru konflik berbalut intrik yang terjadi di Kabupaten Solok. Nahasnya, hal itu justru bersumber dari internal Gerindra sendiri. Bahkan, Jon Firman Pandu sebagai Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Solok, usai kemenangan Pileg, tidak begitu yakin dirinya bakal "otomatis" ditunjuk Gerindra menjadi Ketua DPRD Kabupaten Solok. Hingga muncul komentar dari JFP; "Saya menyerahkan keputusan ke DPP. Yang jelas kami sudah berbuat yang terbaik di Pileg dan Pilpres. Tentu reward (penghargaan) yang seharusnya diberikan, bukan punishment (hukuman) yang akan didapat". Pada akhirnya, Jon Firman Pandu tetap ditunjuk oleh DPP Gerindra sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok 2019-2024.
Internal Gerindra kembali bergejolak ketika Jon Firman Pandu memutuskan maju sebagai Calon Wakil Bupati Solok mendampingi Epyardi Asda, salah satu Ketua DPP PAN. Maju di ranah eksekutif, JFP harus rela dengan konsekuensi, menanggalkan statusnya sebagai Ketua DPRD dan Anggota DPRD Kabupaten Solok. Bertarung di Pilkada 2020, JFP bertaruh demi sesuatu yang tak pasti.
Alhasil, status dan tempat yang ditinggalkan JFP, menjadi rebutan. Untuk jabatan Ketua DPRD, tiga nama mencuat dan menunjukkan minat kuat. Yakni Sekretaris DPC Gerindra Kabupaten Solok yang juga Ketua Fraksi Hafni Havis, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Solok 2014-2019 Septrismen, dan Wakil Ketua Bidang Organisasi Kader dan Keanggotaan (OKK) Gerindra Kabupaten Solok Dodi Hendra. Lewat lobi-lobi dan perjuangan ke DPP Gerindra, akhirnya Dodi Hendra, peraih suara terbanyak Gerindra se-Kabupaten Solok yang ditetapkan sebagai Ketua DPRD. Sekretaris PD Satria Sumbar, sayap tertua Partai Gerindra tersebut akhirnya dilantik menjadi Ketua DPRD pada 13 Januari 2021. Sebagai pengganti antarwaktu (PAW) JFP dari Dapil III, Madra Indriawan "melaju" cukup mulus, meski sempat "dipermasalahkan" karena sebelumnya maju sebagai calon Walinagari Gaung, Kecamatan Kubung, dan kalah.
Riak dilantiknya Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD langsung terasa, hanya beberapa hari kemudian. Septrismen, yang diketahui tidak hadir dalam pelantikan Dodi, diberikan surat peringatan ketiga (SP3), tanggal 17 Januari 2021. Septrismen disebut melanggar AD/ART dan membuah kegaduhan di internal dan eksternal Gerindra Kabupaten Solok. Septrismen juga disebut mendukung kandidat lain dalam Pilgub. Atas "tuduhan" itu, Septrismen pun membantah.
Sebulan sebelum dilantik, Epyardi Asda dan Jon Firman Pandu diberitakan sudah menyusun "kabinet" di rumah pribadi Epyardi Asda di Nagari Singkarak. Bibit-bibit ketidaksesuaian antara Epyardi dan Jon Pandu mulai terasa. Diduga penyebabnya karena banyak "orang-orang" Jon Pandu dan barisan tim sukses yang tidak terakomodir. Artinya, "kabinet bayangan" itu, didominasi oleh "orang-orang" Epyardi Asda.
Sehari jelang dilantik, tepatnya pada Minggu 25 April 2021, Epyardi Asda melaporkan mantan Bupati Solok Gusmal Dt Rajo Lelo ke Polres Solok Kota, terkait perkara utang piutang di Pilkada 2015. Bahkan, sebelumnya rumah pribadi wakil Bupati Solok Yulfadri Nurdin di Kota Solok, "disegel" sejumlah orang, yang di dalam videonya mengaku atas perintah Epyardi Asda. Secara tidak langsung, Jon Firman Pandu dan barisan tim suksesnya sangat terusik dengan dua aksi tersebut. Pasalnya, Jon Pandu dikenal sangat dekat dengan Gusmal, sejak lama. Bahkan, dengan Yulfadri Nurdin, Jon Pandu adalah kerabat dekat.
Berikutnya, hanya hitungan jam usai dilantik, "tensi" eksekutif (Pemkab) dan legislatif (DPRD) memanas. Penyebabnya, Epyardi Asda menggelar pisah sambut di Kantor Bupati Solok dengan Plt Bupati Hendri Nofiardi dan ASN Pemkab Solok. Padahal, Epyardi Asda dan Jon Firman Pandu dijadwalkan menyampaikan pidato perdana di DPRD Kabupaten Solok. Dodi Hendra yang ikut hadir di lokasi acara, ternyata tidak kebagian tempat duduk. Dalam pidato tersebut, Epyardi menirukan "laporan" Plt Bupati Heri Nofiardi bahwa kualitas ASN di Pemkab Solok, rendah.
Pidato perdana Epyardi Asda di DPRD Kabupaten Solok digelar keesokan harinya (27/4/2021). Ketua DPRD Dodi Hendra menyatakan dirinya bersama Anggota DPRD Kabupaten Solok siap mendukung penuh pewujudan Visi Misi Epyardi Asda-Jon Firman Pandu.
Suasana tenang yang berjalan sekira dua bulan, akhirnya buncah dengan beredarnya surat mosi tidak percaya dari 27 Anggota DPRD terhadap Ketua DPRD Dodi Hendra, 18 Juni 2021. Fraksi Gerindra termasuk yang ikut serta menandatangani. Anehnya, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Fraksi Nasional Demokrat (F-NasDem) yang berseberangan dengan Gerindra dan Dodi Hendra di Pilkada 2020 menolak mosi tidak percaya tersebut. F-PPP menolak karena "tuduhan" arogan dan otoriter yang menjadi alasan mosi tak percaya terhadap Dodi adalah asumsi dan persepsi.
"Kita (F-PPP) belum menilai secara pas dan meyakinkan kesalahan yang dilakukan Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD, sehingga harus dilakukan mosi tidak percaya. Jika beliau dinilai arogan, otoriter dan mengabaikan azas demokrasi dalam memimpin, apa pembuktiannya. Kalau hanya berdasarkan asumsi dan persepsi, tentu tidak memiliki dasar yang kuat," ungkap Dr. Dendi, S.Ag, MA, Ketua Fraksi PPP.
DPD Partai Gerindra Sumbar kemudian bereaksi atas mosi tak percaya terhadap Dodi Hendra. Apalagi, Fraksi Gerindra ikut serta memosi tak percaya kadernya sendiri. Akhirnya, Fraksi Gerindra mencabut mosi tidak percaya tersebut.
Pada 6 Juli 2021, Rapat Paripurna DPRD membahas Ranperda Pertanggungjawaban APBD 2020 mendadak heboh. Anggota Fraksi PAN, Aurizal, S.Pd, berdebat sengit dengan Ketua Fraksi PPP Dr. Dendi, S.Ag, MA, terkait keinginan F-PAN dan fraksi-fraksi yang mengajukan mosi tak percaya, agar Dodi Hendra tidak lagi memimpin rapat dan tidak menandatangani adminiatrasi surat di DPRD Kabupaten Solok. Sementara, Dendi bersikukuh, bahwa selama tidak ada keputusan yang mencabut status Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD, Dodi Hendra tetap Ketua DPRD yang sah, dengan segala hak dan kewenangan yang melekat di dirinya.
Pada 9 Juli 2021, Dodi Hendra melaporkan Bupati Epyardi Asda ke Polda Sumbar terkait dugaan pencemaran nama baik di group WhatsApp TOP 100. Yakni pernyataan Septrismen yang direkam dan disebarkan oleh Epyardi Asda tentang pengumpulan uang untuk pihak kejaksaan.
Hanya berselang 4 hari, Dodi Hendra dilaporkan seorang warga bernama Adiwijoyo ke Polres Solok, terkait penyerobotan tanah di nagari Koto Hilalang, Kecamatan Kubung.
Pada 29 Juli 2021, terjadi dualisme pembahasan Ranperda RPJMD 2021-2026. Sebanyak 22 Anggota DPRD membahas di Kawasan Wisata Chinangkiek, milik Bupati Solok Epyardi Asda. Sementara, 13 lainnya berniat membahas di Gedung DPRD Kabupaten Solok di Arosuka. Karena OPD Pemkab Solok semuanya hadir Chinangkiek, pembahasan di Gedung DPRD yang masih satu komplek dengan perkantoran Bupati Solok, pembahasan akhirnya tak terlaksana. OPD-OPD Pemkab Solok dan 22 Anggota DPRD yang berbekal Surat Perintah Tugas (SPT) dari Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PAN, Ivoni Munir, S.Farm, Apt, membahas RPJMD di lokasi yang berjarak sekira 40 kilometer dari Arosuka. Dua Anggota Fraksi Gerindra, Septrismen dan Madra Indriawan ternyata ikut hadir di Chinangkiek, bahkan memyampaikan pandangan Fraksi Gerindra.
Hening sejenak, pada 2 Agustus 2021, Kabupaten Solok kembali buncah dengan kabar penggembokan rumah dinas Ketua DPRD Kabupaten Solok di Arosuka, oleh Sekretariat DPRD (Setwan) Kabupaten Solok.
"Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), Setwan harus bertindak sesuai Tupoksi. Kami mengingatkan, agar Setwan tidak terlibat dan ikut serta dalam kisruh yang terjadi antara Bupati Solok dengan Ketua DPRD Solok. Peristiwa penggembokan Rumah Dinas Ketua DPRD Kabupaten Solok ini sangat memalukan, artinya pemerintah Kabupaten Solok telah mempertontonkan kebodohannya di tengah warganya sendiri," ungkap Evi Yandri Rajo Budiman, Sekretaris DPD Gerindra Sumbar.
Satu hari usai peringatan Hari Kemerdekaan ke-76, Kabupaten Solok kembali viral di tingkat nasional, dengan aksi kericuhan di Gedung DPRD. Aksi lempar asbak, saling dorong dan saling gertak antar sesama anggota dewan. Sidang kemudian diskor oleh Ketua DPRD Dodi Hendra. Namun, pada malam harinya, Sidang Paripurna yang diskor Dodi Hendra, dibuka kembali oleh Wakil Ketua DPRD Ivoni Munir, dan dilanjutkan dengan pengesahan RPJMD Kabupaten Solok 2021. Fraksi NasDem ikut mengesahkan dan mencukupkan quorum menjadi 26 orang.
Hanya berselang dua hari, Badan Kehormatan (BK DPRD) melalui Wakil Ketua BK Dian Anggraini mengeluarkan rekomendasi pemberhentian Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD. Rekomendasi BK itu, dinilai sangat kontroversial, karena ternyata Dodi Hendra "disanksi", bukan karena mosi tak percaya oleh 22 Anggota DPRD Kabupaten Solok, tapi karena kasus lain. Yakni pelaporan dari seorang guru, yang menganggap Dodi Hendra melakukan intervensi ke Dinas Pendidikan Kabupaten Solok pada tahun 2020, saat masih menjadi Anggota Komisi 1 DPRD Kanupaten Solok.
Pada 30 Agustus 2021, Rapat Paripurna DPRD yang dipimpin Ivoni Munir, mentapkan Wakil Ketua DPRD dari Demokrat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPRD. Keesokan harinya, Lucki menerbitkan Surat Perintah Tugas (SPT) terhadap 13 Anggota DPRD Solok ke Kota Dumai dan Kabupaten Kampar. Pada 14 September 2021, Lucki kembali menandatangani SPT terhadap 32 Anggota DPRD untuk melakukan kunjungan ke luar daerah, namun "titelnya" berganti menjadi Pimpinan DPRD, bukan lagi Plt.
Pada 16 September 2021, Gubernur Sumbar melalui Sekda Sumbar mengeluarkan surat nomor 120/346/Pem-Otda/2021 tanggal 16 September 2021, tentang penegasan bahwa Dodi Hendra tetap sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok yang sah.
Meski Gubernur Sumbar sudah menegaskan status Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD, kewenangan dan marwah Partai Gerindra sebagai pemegang "palu" DPRD, tetap saja digembosi. Terbukti, sidang-sidang paripurna DPRD masih dipimpin oleh Ivoni Munir dari PAN. Termasuk sidang paripurna pengesahan APBD Perubahan 2021 dan Pengesahan APBD 2022. Bahkan, sidang pengesahan APBD 2022, Bupati Epyardi Asda tidak hadir dan memberikan mandat ke Pj Sekda Medison untuk hadir dan menandatangani "kotak tanda tangan" di lembaran pengesahan. Sementara, dari DPRD, ditandatangani oleh Wakil Ketua DPRD Ivoni Munir dan Lucki Efendi. Bupati Epyardi, meski berada di Kabupaten Solok, memilih mendampingi kunjungan Wamentan Harvick Hasnul Qolbi. Padahal, dalam dalam Tatib DPRD Kabupaten Solok No.1 tahun 2021 pada pasal 103 ayat 4, menyatakan Bupati Wajib hadir dalam Paripurna pengesahan.
Tak berselang lama, Dodi Hendra mengomentari pernyataan Bupati Solok Capt. Epyardi Asda, M.Mar, yang menyebut ada dajjal di Kabupaten Solok. Pernyataan Epyardi usai melantik 133 pejabat eselon III dan eselon IV di eks Kompleks Kantor Bupati Solok, Kotobaru, Jumat (29/10/2021), menurut Dodi telah membuat sejumlah pihak tersinggung. Dodi mengatakan, sebagai Anggota DPRD yang merupakan perwakilan rakyat di Kabupaten Solok, dirinya ikut tersinggung dengan komentar Epyardi Asda, bahwa ada rakyat Kabupaten Solok yang disebut sebagai dajjal.
"Saya ikut tersinggung dengan komentar Bupati. Bahwa ada masyarakat Kabupaten Solok yang disebut dajjal. Siapa yang dajjal sebenarnya, siapa orangnya. Jangan asal ngomong. Kita orang Minang ini, apalagi orang Solok, dikenal dengan sopan santun, etika, agama, dan adat. Kabupaten Solok itu dikenal orangnya elok-elok. Menjunjung tinggi agama dan adat. Bupati adalah pemerintahan di Kabupaten Solok yang fungsinya memberikan pelayanan ke masyarakat. Bupati bukan tukang hardik-hardik. Anak kecil aja kalau dihardik, bisa balik menghardik kita. Apalagi mereka (para ASN) yang sudah tua-tua, nanti dosa lho," ungkapnya.
Yang namanya manusia, kata Dodi Hendra, harus saling mengingatkan. Karena kalau tak bisa diingatkan ya sama dengan binatang.
"Kalau masih manusia, harusnya bisa diingatkan, tak perlu dikeraskan. Kalau tak bisa diingatkan lagi, itu sama saja dengan binatang, harus pakai kekerasan," kata Dodi Hendra yang merasa yakin, tidak ada dajjal di Kabupaten Solok.
Tensi tinggi di Kabupaten Solok, ternyata tidak hanya antara Bupati Epyardi Asda dan Dodi Hendra serta Anggota DPRD. Pejabat eselon II Pemkab Solok, juga "mulai" ikut "nimbrung". Seorang Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Deni Prihatni, ST, MT, juga mulai ikut berkomentar. Bahkan, Deni dengan lantang mengomentari Wakil Bupati Solok Jon Firman Pandu, dengan mengatakan pimpinannya "nyeleneh".
Tak terima Ketua DPC-nya disebut *nyeleneh", Sekretaris DPC Gerindra Kabupaten Solok, Hafni Havis, mengingatkan, tidak sepantasnya seorang kepala dinas berbicara di ruang publik seperti itu. Apalagi, menurut pria asal Kecamatan Lembah Gumanti (wilayah selatan Kabupaten Solok, yang sama dengan Deni Prihatni) itu, Jon Firman Pandu adalah atasan Deni Prihatni.
"Semestinya sebagai ASN Deni Prihatni harus netral sebab Wakil Bupati itu adalah atasannya juga. Tidak pantas seorang Kadis berbicara di ruang publik seperti itu. Apalagi, Wakil Bupati Jon Firman Pandu adalah atasannya juga," kata Hafni Hafiz Senin (15/11/2021).
Guliran "bola panas" di Kabupaten Solok, terutama antara eksekutif dan legislatif semakin kencang. Bahkan mulai merambah ke ranah profesi jurnalistik. Wakil Bupati Jon Firman Pandu, mengaku sangat miris dengan kenyataan di Kabupaten Solok, sejumlah media terafiliasi dengan pemerintah. Menurut Jon Firman Pandu, sejumlah media yang terafiliasi dengan pemerintah itu, wartawannya bahkan berasal dari kalangan aparatur sipil negara (ASN), yakni dari pegawai negeri sipil (PNS) ataupun dari tenaga harian lepas (THL). Jon Firman Pandu bahkan menyebutkan, pemberitaan dari wartawan yang berasal dari ASN itu justru menjelekkan pemerintah.
"Sungguh miris melihat sejumlah media di Kabupaten Solok saat ini yang terafiliasi dengan pemerintah. Ini adalah hal yang tidak wajar. Apalagi, wartawannya adalah ASN, baik PNS maupun THL. Bahkan, media yang terafiliasi itu, menjadi media pemerintah yang justru seringkali menjelekkan pemerintah sendiri," ujarnya. (PN-001)
Post a Comment