News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

HUT BPJS Kesehatan ke-56, Apa Kabar JKN Kabupaten Solok?

HUT BPJS Kesehatan ke-56, Apa Kabar JKN Kabupaten Solok?

HUT BPJS Kesehatan ke-56, Apa Kabar JKN Kabupaten Solok?

Terendah se-Sumbar, 87.750 Warga Kabupaten Solok Tak Miliki Jaminan Kesehatan

Kabupaten Solok menjadi daerah terendah di Sumbar dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dari jumlah penduduk sebanyak 405.712 jiwa, baru sebanyak 317.962 warga yang memiliki jaminan kesehatan. Artinya, sebanyak 87.750 warga, jika sakit harus menjadi pasien umum. Untuk mencapai status UHC, minimal Pemkab Solok harus melingkupi jaminan sebanyak 385.426 warganya. Atau harus menambah porsi sebanyak 67.464 orang lagi. Itu pun, dengan "penuh tega", mengabaikan 20.286 orang warganya.

RIJAL ISLAMY, Solok

SATU dekade atau 10 tahun mengemban amanah menjalankan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bidang Kesehatan (BPJS Kesehatan) telah banyak menciptakan terobosan yang mengubah sistem layanan kesehatan di Indonesia. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti saat acara sarasehan memperingati HUT ke-56 BPJS Kesehatan, Senin (15/7/2024), mengatakan dalam rentang waktu tersebut, kepesertaan JKN melesat tajam, dari yang semula 133,4 juta jiwa pada akhir tahun 2014 menjadi 273,5 juta penduduk Indonesia telah terdaftar menjadi peserta JKN, atau sudah mencapai 97 persen.

"Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat untuk melihat betapa banyak perubahan yang terjadi sejak negara menghadirkan Program JKN. Dahulu, tidak semua orang memiliki peluang untuk mengakses layanan kesehatan yang memadai. Sekarang semua lapisan masyarakat yang sudah menjadi peserta JKN aktif bisa berobat tanpa terkendala biaya mahal," kata Ghufron, dikutip dari mediaindonesia.com.

Tonggak sejarah program jaminan kesehatan dimulai dengan didirikannya Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) pada 1968. BPDPK mulai memperkenalkan kebijakan pembiayaan dengan sistem kapitasi dan mekanisme managed care. BPDPK kemudian berkembang menjadi Perum Husada Bhakti (PHB) yang secara resmi menghapus kebijakan klaim perorangan. Konsep rujukan pun dimatangkan. Selanjutnya, PT Askes (Persero) hadir menggantikan PHB. Kelompok peserta jaminan kesehatan kian bervariasi, mulai dari karyawan BUMN dan masyarakat miskin. Kemudian PT Askes bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan untuk mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) bagi penduduk Indonesia tanpa terkecuali.

Ghufron juga menegaskan bahwa peningkatan jumlah peserta JKN harus diiringi dengan kemudahan akses layanan kesehatan. Karena itu, BPJS Kesehatan terus memperluas jaringan mitra fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia. Kehadiran BPJS Kesehatan dan Program JKN mendorong geliat pertumbuhan industri kesehatan swasta, khususnya rumah sakit. Hingga tahun 2023, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 23.639 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 3.120 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), dan 5.494 fasilitas kesehatan penunjang.  

"Sebanyak 66,28% FKRTL mitra BPJS Kesehatan adalah milik swasta. Rata-rata pembayaran klaim tahun 2023 adalah 11,5 hari kerja untuk FKTP dan 13,7 hari kalender untuk FKRTL, lebih cepat daripada ketentuan yang berlaku. Di sisi lain, agar peserta JKN memperoleh layanan berkualitas, BPJS Kesehatan hanya bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan yang lolos seleksi credentialing maupun recredentialing. Untuk melayani pelayanan kesehatan dasar hingga ke pelosok, rumah sakit terapung juga kami rangkul menjadi mitra BPJS Kesehatan,” ungkap Ghufron.

Kondisi JKN di Sumbar

BPJS Kesehatan menyebutkan capaian Universal Health Coverage (UHC) di Provinsi Sumatera Barat berada di urutan 34 dari 38 Provinsi se-Indonesia. Deputi Direksi Wilayah II BPJS Kesehatan Eddy Sulistijanto Hadie mengatakan melihat data per 1 April 2024, cakupan kepesertaan JKN di Provinsi Sumbar yaitu 92,88% dari jumlah penduduk semester I 2023. 

"Jadi dari 38 Provinsi di Indonesia yang telah mencapai cakupan kepesertaan di atas 95% terhadap penduduk atau UHC menyentuh 33 provinsi," katanya, Senin (29/4/2024), dikutip dari bisnis.com. 

Dia menyebutkan Sumbar kondisi terkini untuk capaian UHC sebesar 98%. Namun untuk data se-Sumbar yakni dari kabupaten dan kota masih terdapat kekurangan sebanyak 291.796 jiwa yang belum jadi peserta JKN. Jumlah penduduk di Sumbar yang belum jadi peserta JKN itu 6 kabupaten yakni di Kabupaten Padang Pariaman dari jumlah penduduk 451.025 jiwa dan yang terdaftar JKN 379.242 dengan capaian kepesertaan 84,08%. Artinya capaian UHC di Padang Pariaman belum mencukupi syarat untuk menjadi daerah UHC. 

Selanjutnya di Kabupaten Pesisir Selatan, daerah yang juga belum mencapai UHC, bila dilihat dari jumlah penduduk 524.608 jiwa yang sudah terdaftar JKN itu 458.117 jiwa dan artinya capaian UHC di angka 87,52%.

Begitupun di Kabupaten Sijunjung dari 242.188 jiwa jumlah penduduk yang sudah tedaftar jadi peserta JKN 206.409 jiwa, dengan demikian capaian UHC baru di angka 85,23%. 

Lalu, di Kabupaten Solok dari total jumlah penduduk 405.712 jiwa yang sudah terdaftar jadi peserta JKN sebanyak 317.962 jiwa dan artinya UHC Solok 79,37%, atau sebanyak 87.750 orang.  Kabupaten Limapuluh Kota juga belum mencapai UHC, karena dari jumlah penduduk 399.307 jiwa yang sudah terdaftar  354.827 jiwa dan artinya UHC dengan daerah yang berbatasan dengan Riau yaitu 88.77%. Kemudian untuk Kabupaten Tanah Datar dari jumlah penduduk Tanah Datar 378.309 jiwa yang sudah terdaftar JKN 337.301 jiwa, yang artinya capaian UHC masih 89,16%.

"Syarat bagi daerah yang bisa dikatakan sudah UHC itu bila capaiannya sudah di atas 95%. Bila ada capaian kepesertaan JKN nya itu di bawah 95%, maka daerahnya belum UHC," jelas Eddy. Namun bila dari kondisi masing-masing daerah di Sumbar terdapat 13 kabupaten dan kota yang capaiannya sudah UHC atau sudah di atas 95% capaian kepesertaan JKN nya. Untuk 13 kabupaten dan kota yang sudah UHC di Sumbar itu yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kota Padang, Kota Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Kota Bukittinggi, dan Padang Panjang. Serta di Kabupaten Solok Selatan, Kota Sawahlunto, Solok, dan Kota Payakumbuh.

Selain itu, peserta JKN di Sumbar didominasi oleh peserta yang iurannya dibayarkan pemerintah daerah yakni PBI JK 2.086.254 jiwa dengan jumlah 1.069.389 jiwa. Sementara untuk peserta mandiri sebesar 854.909 jiwa, dan peserta pekerja penerima upah selain penyelenggara negara (PPU BU) 586.386 jiwa, serta peserta yang merupakan pekerja penerima upah penyelenggara negara (PPU PN/Pegawai Negeri Sipil) sebesar 560.100 jiwa. Dengan demikian capaian UHC di Sumbar secara rata-rata belum mencapai UHC hingga 1 April 2024. Karena dari total jumlah penduduk di Sumbar 5,7 juta jiwa, masih terdapat 405.827 jiwa yang belum jadi peserta JKN, sehingga capaian kepesertaan JKN baru di angka 92,88%.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Sumbar Lila Yanwar mengatakan untuk mewujudkan Sumbar UHC ini, Pemprov Sumbar lebih menargetkan ke segmen PBI (Penerima Bantuan Iuran) APBN dan Jaminan Kesehatan Sumbar Sakato (JKSS). Menurutnya untuk melakukan itu, Pemprov Sumbar sudah mengalokasikan sejumlah anggaran untuk mendukung dana sharing untuk memenuhi JKSS. Dimana sudah disepakati, Pemprov Sumbar membantu 20% dari alokasi dana sharing kabupaten dan kota. Bahkan untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai, Pemprov Sumbar membantu hingga 30%. 

"Persoalan yang terjadi kini itu, ada beberapa kabupaten kota yang alokasi anggaran JKSS-nya minim, akibatnya anggaran yang dialokasikan Pemprov Sumbar tidak terserap maksimal. Dampaknya masyarakat yang tertanggung juga tidak mencapai target,” jelasnya. 

Tidak hanya itu, Lila menyampaikan langkah yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Sumbar untuk mencapai UHC adalah memaksimal kan kepesertaan melalui PBI APBN. Hanya saja kewenangan untuk PBI APBN itu, berada pada kabupaten dan kota, karena peserta PBI harus sesuai dengan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Sementara kondisi yang terjadi di lapangan, adanya perubahan DTKS tersebut. Data DTKS berada pada Kementerian Sosial yang datanya dilaksanakan oleh Dinas Sosial kabupaten dan kota.

"Sebenarnya Sumbar dialokasikan 2 juta PBI, karena ada pemutakhiran data, akhirnya Sumbar hanya menerima 1,795.362. Padahal ini bisa disisip secepatnya,” kata Lila.

Kondisi JKN di Kabupaten Solok

Dari 6 (enam) Kabupaten/Kota di bawah lingkup kerja BPJS Kesehatan Cabang Solok, yakni Kabupaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kota Sawahlunto dan Kabupaten Dharmasraya, baru 4 daerah yang sudah mencapai Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan semesta, yaitu Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya. Sementara, dua lainnya yakni Kabupaten Solok dan Sijunjung, sama sekali masih jauh dari target. 

Dengan syarat jaminan kesehatan harus mencapai minimal 95 persen, Kota Solok sudah meraih prediket UHC pada 2018 dengan cakupan 102 persen. Kota Sawahlunto yang juga meraih UHC pada 2018, sudah mencakupi jaminan kesehatan sebesar 101 persen. Kabupaten Solok Selatan meraih UHC pada 1 Agustus 2023 dengan cakupan 100 persen, dan Kabupaten Dharmasraya meraihnya pada 1 Desember 2023 dengan cakupan 101 persen. 

Sementara, Kabupaten Solok menjadi Kabupaten/Kota terendah di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Solok, sekaligus terendah di Sumatera Barat, dengan cakupan baru 78,4 persen. Sedangkan Kabupaten Sijunjung, cakupan sebesar 86 persen.

Dari data di BPJS Kesehatan Cabang Solok, "keberhasilan" 4 daerah yang berhasil meraih prediket UHC tersebut, ternyata bukan berasal dari besarnya alokasi jaminan kesehatan dari tingkat pusat atau tingkat provinsi. Namun, justru berasal dari komitmen Pemkab/Pemko bersama DPRD untuk menganggarkan APBD untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap warganya. Di samping itu, juga terkait dengan akurasi dan ketersediaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) oleh Pemerintah Daerah. 

Diketahui, Kota Solok mengalokasikan sekira 30 persen anggaran (APBD, APBD Provinsi, dan APBN) untuk jaminan kesehatan warganya. Kota Sawahlunto sekira 26 persen. Kabupaten Solok Selatan sebesar 46 persen, dan Kabupaten Dharmasraya sebesar 46 persen. Sementara, Kabupaten Solok hanya menganggarkan 9 persen. Bahkan, dalam tiga tahun kepemimpinan Capt. Epyardi Asda, M.Mar dan Jon Firman Pandu, SH, serta Ketua DPRD Dodi Hendra, kenaikan persentase UHC Kabupaten Solok hanya di kisaran 3 persen saja. Yakni dari 76 persen ke 79 persen.

Seperti diketahui, anggaran untuk jaminan kesehatan berasal sejumlah sumber. Yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN untuk masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibiayai oleh Pemerintah Pusat melalui APBN. Kemudian, Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD yang iurannya dibiayai oleh Pemerintah Daerah melalui APBD. Lalu, Pekerja Penerima Upah (PPU) yang terdiri dari PNS, TNI/ POLRI, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang iurannya dibiayai oleh pemberi kerja dan peserta yang bersangkutan. Kemudian, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)/Mandiri, yang merupakan peserta JKN yang bekerja mandiri dan iurannya dibiayai oleh peserta yang bersangkutan. 

Tamparan Keras bagi Bupati Epyardi Asda

Data ini, menjadi tamparan keras bagi Bupati Solok Capt. Epyardi Asda, M.Mar. Apalagi, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu memiliki niat untuk "naik kelas" ke kontestasi Pilkada Gubernur Sumbar 2024. Tentu, masyarakat Sumbar patut khawatir, karena untuk mengurus 1 kabupaten dan satu sub sektor saja, Epyardi tak sukses, bagaimana masyarakat bisa percaya, mantan kapten kapal itu bisa mengurus 19 kabupaten/kota se-Sumbar. Ditambah lagi, IPM Kabupaten Solok berada di posisi tiga terbawah di Sumbar.

Semakin memanasnya suhu jelang kontestasi Pilkada Sumbar dan waktu yang semakin dekat, data JKN di Kabupaten Solok versi BPJS Kesehatan Cabang Solok ini bakal digunakan untuk menilai kapasitas Epyardi Asda di helatan Pilkada 27 November 2024. Terutama bagi lawan-lawan politiknya.

Apakah Epyardi Asda tetap akan kukuh dengan OTEWE ke Pilkada Sumbar 2024, atau akan kembali tampil di Pilkada Kabupaten Solok dan "membereskan" segala sesuatu yang telah dibangun di "kampung halaman" yang berulang kali disebutnya sangat dicintainya. Menghabiskan sisa umurnya untuk mengabdi.

Bachtul: Mentalnya Tidak Sebesar Itu

Sebelumnya, niat Bupati Solok Capt. Epyardi Asda, M.Mar, yang ingin maju di kontestasi Pilkada Sumbar (Pilgub), ditanggapi dengan satire (oleh Tokoh Masyarakat Kabupaten Solok, Ir. Bachtul. Menurut Bachtul, Epyardi Asda sama sekali tidak memiliki nyali dan mental untuk bertarung di Pilkada Sumbar. Bachtul menegaskan bahwa Epyardi Asda adalah sosok pengecut, namun berlaku intimidatif ke perangkat daerah, ASN dan masyarakat.

"Sebenarnya, bagus jika ada niat Epyardi Asda maju di Pilkada Sumbar. Semestinya kita dukung bersama-sama. Sehingga, tidak ada lagi tindakan intimidatif di Kabupaten Solok. Namun, saya sama sekali tidak yakin, karena dia sama sekali tidak punya nyali dan mental untuk maju di Pilgub Sumbar. Opini ini sengaja dilemparkan ke publik untuk menghindari head to head di Pilkada Kabupaten Solok. Sehingga, memancing majunya banyak pasangan di Pikada Kabupaten Solok. Karena Epyardi takut kalah jika Pilkada Kabupaten Solok head to head," ungkapnya.

Dikutip dari KBBI, satire adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kesusastraan untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang. Berdasarkan buku Catatan Ringkas Stilistika (2014) oleh Andri Wicaksono, satire merupakan majas yang digunakan untuk penolakan, kritik, atau sindirian terhadap suatu gagasan, kebiasaan, atau ideologi dalam balutan komedi atau sebagai bahan tawaan.

Bachtul juga menegaskan bahwa Epyardi Asda tidak akan berani menghadapi incumbent Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah. Bahkan, Bachtul mengatakan bahwa mendengar nama Mahyeldi saja, Epyardi Asda sudah gemetar. Belum lagi, mendengar sejumlah tokoh lain yang diprediksi juga akan maju. Seperti Ketua DPD Gerindra Sumbar Andre Rosiade, Ketua DPD Demokrat Sumbar Mulyadi, Ketua DPW NasDem Fadly Amran, dan sederet tokoh-tokoh lainnya.

"Saya akan membungkuk 100 kali di hadapan Epyardi, kalau dia bernyali maju di Pilgub Sumbar. Apa yang telah dibuatnya selama menjadi Bupati Solok? Tidak ada yang bisa dibanggakan, dia hanya dikenal sebagai tukang ribut dengan kata-kata kasarnya. Hanya menyebar rasa takut bagi masyarakat Kabupaten Solok. Terutama kepada pegawai dan keluarganya, dengan jurus non job, pindahkan pegawai ke tempat kerja jauh dari rumah dan bahkan pemecatan. Dia intimidatif, sehingga hampir semua pegawai dibayangi rasa takut, dan kehilangan kemampuan terbaik dan kreativitas untuk memajukan Kabupaten Solok. Masyarakat di rantau, boro-boro bangga, malah mungkin merasa malu dengan insiden-insiden dan keributan-keributan yang dibuat Epyardi Asda," tegasnya. (***)


Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment