News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Alokasi Kuota BPJS Kesehatan Dinilai Diskriminatif, Fraksi Golkar "Serang" Pemko Solok

Alokasi Kuota BPJS Kesehatan Dinilai Diskriminatif, Fraksi Golkar "Serang" Pemko Solok

SOLOK, PATRONNEWS.CO.ID - Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) DPRD Kota Solok "menyerang" kebijakan Pemko Solok terkait diskriminasi, maladministrasi, dan konflik kepentingan dalam pengalokasian kuota masyarakat penerima layanan BPJS Kesehatan, yang anggarannya bersumber dari APBD Kota Solok. Hal itu menjadi topik utama dalam Pandangan Umum Fraksi Partai Golkar, terkait jawaban atas Nota Penjelasan Walikota Solok tentang APBD Perubahan tahun 2024, di Rapat Paripurna DPRD Kota Solok di Gedung DPRD Kota Solok, Sabtu sore (28/9/2024).

Partai Golkar, yang menjadi partai pemenang Pileg DPRD Kota Solok 14 Februari 2024 lalu, menilai Pemko Solok di bawah kepemimpinan Walikota H. Zul Elfian Umar, SH, M.Si dan Wakil Walikota Dr. H. Ramadhani Kirana Putra, SE, MM, meminta Pemko Solok untuk mengevaluasi Perjanjian Kerja Sama (PKS)/Momerandum of Understanding (MoU) dengan BPJS Kesehatan Cabang Solok, terkait pelayanan kesehatan masyarakat Kota Solok.

Dalam penyampaian Pandangan Umum yang dibacakan oleh Juru Bicara (Jubir) Fraksi Partai Golkar, H. Irman Yefri Adang, SH, MH, Fraksi Partai Golkar memandang adanya bentuk maladministrasi dalam pelayanan kesehatan. Di antaranya, adanya pengabaian kewajiban hukum, ketidakpatutan, perlakuan diskriminatif, dan konflik kepentingan dalam pemberian kuota bagi masyarakat penerima layanan BPJS kesehatan. Fraksi Partai Golkar meminta Pemko Solok, terutama Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan, memastikan fungsi pengawasan berjalan utuh. 

"Kami meminta adanya keterbukaan informasi publik dalam mengakses layanan kesehatan dan disosialisasikan secara masif, kemudian sesuai standar operasional prosedur evaluasi pengelolaan pengaduan. Kami melihat selama ini hanya sekadar pengaduan, tanpa dieskalasi, ditindaklanjuti, dan diselesaikan. Perlu diingat, manajemen mutu layanan fasilitas kesehatan (BPJS Kesehatan) dan pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu poin kesepakatan yang harus dilakukan oleh Pemko Solok," ungkapnya. 

Irman Yefri Adang juga mengungkapkan fakta mengejutkan, bahwa salah satu anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Solok tidak mendapat fasilitas layanan kesehatan, bahkan tidak terdata sebagai peserta BPJS kesehatan. Menurut Irman Yefri Adang, ini merupakan preseden buruk, masyarakat yang seharusnya mendapat pelayanan kesehatan ternyata tidak mendapatkan fasilitas. Sementara anggarannya ditanggung Pemerintah Daerah milyaran rupiah dari APBD Kota Solok. 

"Terhadap Anggota DPRD saja ini bisa terjadi. Bagaimana jika peristiwa tersebut terjadi pada masyarakat yang memiliki SDM rendah dan ekonomi kurang mampu. Tentunya, mereka akan  menghadapinya dengan rasa kekecewaan. Padahal, hal ini akibat buruknya birokrasi pelayanan kesehatan di daerahnya sendiri. Ini menjadi catatan bagi kita bersama dan evaluasi terhadap OPD terkait sebagai bentuk komitmen terhadap penyelengaraan pemerintahan yang baik, transpararan dan akuntabel," ungkapnya. 

Lebih lanjut, Irman Yefri Adang juga mengungkapkan adanya praktik penolakan peserta BPJS Kesehatan, yang perlu ditelusuri lebih lanjut. Padahal menurutnya, hak memperoleh layanan kesehatan sudah dijamin serta ditanggung dengan APBD Kota Solok dan semua masyarakat harus terlindungi. Tidak hanya pekerja formal tetapi juga masyarakat miskin dan pekerja informal juga harus dapat jaminan. 

"Persoalan ini bukan hanya tentang saya, bukan juga tentang kita, akan tetapi tentang semua masyarakat Kota Solok yang harus mendapatkan perlindungan dari Pemerintah, terutama terhadap persoalan kesehatan," ujarnya.

Pandangan Umum Fraksi Golkar ini, seperti membuka "borok" Pemko Solok yang pada 8 April 2024 lalu, menerima penghargaan dari Wapres Ma'ruf Amin bersama 33 provinsi dan 459 kabupaten/kota lain di Indonesia, karena dinilai berhasil meraih predikat Universal Health Coverage (UHC). Penghargaan ini diberikan dalam acara UHC Awards, sebagai bentuk apresiasi atas komitmen pemerintah daerah dalam mendaftarkan penduduknya pada Program JKN. 

Walikota Solok H. Zul Elfian Umar, SH, M.Si (tengah) saat menerima penghargaan UHC Awards di Jakarta pada 8 April 2024 lalu.
Kota Solok Raih UHC Awards 2024

Saat itu, Kota Solok sukses mencapai cakupan semesta jaminan kesehatan atau Universal Health Coverage. Terhitung sejak 2018 hingga 2024, sebanyak 82.307 jiwa penduduk per awal Agustus 2024 telah terdaftar sebagai peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari total jumlah penduduk 82.478 jiwa atau sebesar 99.79%. Artinya, hampir seluruh warga masyarakat di Kota Solok telah memiliki payung perlindungan untuk mengakses layanan di fasilitas kesehatan. Saat itu, Walikota Solok Zul Elfian Umar mengungkapkan rasa bangganya atas pencapaian UHC di daerahnya. Zul Elfian Umar mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas penerimaan penghargaan ini, karena atas kerja sama seluruh pemangku kepentingan Pemko Solok yang telah bekerja keras agar masyarakat Kota Solok bisa terjamin ke dalam Program JKN. 

Anggota DPRD Kota Solok periode 2009-2014, 2014-2019, 2019-2024 Nasril In Dt Malintang Sutan (kiri).

Bukan Cerita Lama

Sementara itu, "cerita" Anggota DPRD Kota Solok yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, ternyata bukan cerita baru. Pada Agustus 2021 lalu, Anggota DPRD Kota Solok, yang juga dari Partai Golkar, Nasril In Dt Malintang Sutan, meradang terhadap layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Solok. Penyebabnya, setelah selama dua tahun lebih selalu membayar premi (iuran wajib), keanggotaannya dinyatakan tidak aktif. Hal itu terungkap saat istrinya berobat ke salah satu layanan kesehatan di Kota Solok. Saat dirinya mengajukan klaim BPJS, ternyata status keanggotaan isyrinya dinyatakan tidak aktif. Padahal, selama dua tahun terakhir, Nasril In dan keluarganya selalu membayar premi yang dipotong dari gajinya sebagai Anggota DPRD Kota Solok. 

"Saya sungguh kecewa dan sangat prihatin dengan layanan BPJS Kesehatan ini. Karena status keanggotaan istri saya tidak aktif, akhirnya saya membayar dengan status pasien umum. Mohon maaf, mungkin kalau kami sebagai anggota DPRD, bisa membayar dengan status pasien umum. Tapi, bagaimana kalau hal seperti ini terjadi ke masyarakat yang berkebetulan sedang tidak punya uang saat sakit," ujarnya gusar.

Saat itu, meski "rela" membayar biaya layanan kesehatan secara umum, Nasril In kemudian mengecek status keanggotaan seluruh anggota keluarganya. Ternyata, status kepesertaan seluruh anggota keluarganya juga non aktif. Bahkan, setelah bercerita kepada seluruh Anggota DPRD Kota Solok, ternyata sejumlah anggota DPRD Kota Solok juga mengalami nasib serupa. Namun, sejumlah anggota dewan tersebut memilih tidak mempermasalahkan dan "rela" membayar dengan status pasien umum. 

H. Irman Yefri Adang, SH, MH
Selain terkait jaminan kesehatan masyarakat, Irman Yefri Adang yang merupakan Anggota DPRD Kota Solok periode 2009-2014 dan 2014-2019 dari Partai Amanat Nasional (PAN), bahkan di periode terakhirnya adalah Wakil Ketua DPRD Kota Solok, menyampaikan sejumlah kritik dan saran sebagai bentuk evaluasi atas program dan kegiatan pemerintah daerah dalam rangka peningkatan pembangunan dan pelayanan yang dihimpun dari penyampaian aspirasi masyarakat ataupun temuan Fraksi Golkar di lapangan. Seperti menjaga konsistensi program dan kegiatan yang telah direncanakan pada masing-masing OPD, dan agar adanya percepatan progres program kegiatan baik yang sedang berjalan dengan sumber pembiayaan APBD tahun 2024, maupun kegiatan yang nantinya akan dibiayai melalui APBD Perubahan tahun 2024. 

Kemudian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mempunyai peran yang sangat penting dan strategis untuk mendukung aktivitas Pemerintah Kota Solok dalam melanjutkan fungsinya untuk menunjang pelayanan publik, implementasi berbagai macam regulasi, meningkatkan pembangunan di berbagai sektor dan untuk pemberdayaan masyarakat. 

"APBD merupakan instrumen teknis dari idealisme pembangunan yang ingin diwujudkan oleh Pemerintahan Kota Solok yang muaranya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh karenanya dalam pengimplementasiannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, ekonomis, dan tepat sasaran," katanya.

Irman Yefri Adang juga menyebutkan bahwa yang terpenting adalah, APBD harus mencerminkan respons pemerintah terhadap kebutuhan-kebutuhan prioritas masyarakat dan punya kapasitas untuk menyelesaikan sebagian besar problem masyarakat, bermanfaat melebihi nilai uangnya di tengah masyarakat. Artinya, seluruh program dan kegiatan pemerintah tidak hanya menghasilkan output, seperti pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan) atau penyediaan layanan (pasar modern dan rumah sakit) namun output bisa diukur dengan kuantitas dan kualitas fisik.

"Program pemerintah tersebut harus memiliki outcome yang lebih luas dan berdampak langsung pada perekonomian masyarakat kota solok seperti peningkatan aksesibilitas yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi lokal, mempermudah pelaku usaha kecil untuk menjual produk mereka kepada konsumen, memberikan kesempatan bagi pelaku umkm untuk berkembang dan memperluas jaringan pemasaran. Pembangunan pasar sangat luas dan mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan perencanaan dan pelaksanaan yang baik, kita harapkan dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan. Fraksi Partai Golkar berkomitmen untuk mengawal pelaksanaannya agar benar-benar tepat sasaran dan sesuai dengan harapan masyarakat. Sehingga mampu membawa perubahan nyata bagi kehidupan masyarakat Kota Solok," urainya.

Fraksi Golkar juga menyoroti persoalan terkait keamanan, ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Menurutnya, pemerintah memiliki peran penting dalam menanggulangi kenakalan remaja, tawuran, pelecehan seksual dan isu lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) yang sangat marak di Kota Solok. Yakni, melalui kerjasama yang baik antara Kepolisian, Lembaga Adat, RT/RW dan masyarakat. 

"Mesti ada dukungan dan perhatian khusus Pemerintah Kota Solok kepada jajarannya, terutama RT/RW dan Linmas sebagai perpanjangan tangan Pemerintah di tengah masyarakat. Terutama dalam penanggulangan masalah kenakalan remaja, tawuran, pelecehan seksual dan isu LGBT yang sangat marak terjadi di Kota Solok. Pemerintah Daerah berkewajiban menyiapkan alokasi dana yang tepat dan efisien dan pemerintah daerah Kota Solok harus dapat menciptakan program bagi RT/RW dan Linmas yang berdampak positif, memberdayakan generasi muda, dan membangun masyarakat yang lebih toleran dan aman," ungkap Irman Yefri Adang. (PN-001)


Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment