Masyarakat Pedesaan Tidak Perlu Risau dengan Kelangkaan LPG 3Kg, Alumni ITB Sumbar Rekomendasikan Penggunaan Kompor Biomassa Hybdrid
Padang, PATRONNEWS.co.id - Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) Sumatera Barat membahas khusus kelangkaan elpiji 3 kg, yang disebabkan adanya regulasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen SDM) melarang pengecer menjual gas bersubsidi tersebut per 1 Februari 2025 lalu.
"Masyarakat pedesaan jangan resah dengan kebijakan pemerintah tersebut, karena penggunaan gas alam di pedesaan sebagai pengganti LPG adalah hal yang layak," ujar Ade Edwar, salah seorang alumni IA-ITB Sumbar kepada wartawan media ini secara daring, Kamis (6/2/2025) usai berdialog sesama alumni di Sektretariat IA-ITB Sumbar Jl Kapuas No 14, kawasan GOR H Agussalim Padang.
Menurut Ade Edwar, yang juga Direktur Eksekutif Patahan Sumatera Institut, dari segi ekonomi, penggunaan gas alam lebih murah dibandingkan gas cair, terutama dalam jangka panjang. Namun tantangan utamanya adalah terbatasnya infrastruktur distribusi, kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat gas bumi, dan perlunya regulasi untuk mendukung pelaksanaan transisi energi ini.
"Penggunaan gas alam sebagai pengganti LPG adalah hal yang layak dilakukan, namun memerlukan langkah-langkah strategis seperti perluasan infrastruktur gas biomassa, edukasi masyarakat, dan penguatan kerangka peraturan. Kami merekomendasikan agar pemerintah, perusahaan energi, dan masyarakat bekerja sama untuk memastikan transisi energi yang efektif dan berkelanjutan," ujarnya.
Pada kesempatan itu, kata Ade Edwar, Ir Durain P Siregar, Master Teknik Kimia ITB Bandung mengungkapkan bahwa masyarakat pedesaan disekelilingnya dipenuhih potensi energi biomassa yang ramah lingkungan dan bisa memperolehnya secara gratis.
"Kondisi sekarang kan aneh, kok masyarakat pedesaan kok dibuat menjadi sangat tergantung kehidupanya dengan gas elpiji," ujara Durain seperti yang disampaikan Adek Edwar.
Dikatakan Durain, energi biomassa lebih cocok untuk masrarakat pedesaan, yang banyak memiliki biomassa berupa kayu kering dan daun kering.
"Menyuruh masyarakat Jakarta dan perkotaan menggunakan kompor energi biomassa itu jelas sebuah kebodohan, sama halnya menyuruh masyarakat pedesaan yang kaya energi biomassa menggunakan kompor gas elpiji untuk kehidupan sehari-hari," bebernya, yang saat itu didampingi Dr Osronita, Puslitbang Geopark dan Lingkungan Hidup dari Unitas Padang.
Ditambahkanya, pengembangan kompor minyak jelantah dan oli bekas atau kompor energi hybrid bimassa bebas asap dan ramah lingkungan untuk pedagang gorengan dan UMKM makanan gorengan dan biayanya lebih murah.
"Ketergantungan LPG di pedesaan mesti diantipasi dengan teknologi kompor biomassa hybdrid oli bekar dan minyak goreng bekas. Selain murah, juga ramah lingkungan karena menggunakan limbah oli dan limbak minyak goreng, limbah kayu, kain dan kertas plastik," pungkas Durain. (Agusmardi)
Post a Comment